IKOLOM.NEWS, INTERNASIONAL – Meskipun diwarnai perbedaan pendapat, kabinet Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, telah menyetujui perjanjian gencatan senjata antara Pasukan Pertahanan Israel (IDF) dan Hamas.
Kesepakatan ini dijadwalkan berlaku mulai Minggu, 19 Januari 2025. Berdasarkan laporan Aljazeera, hasil pemungutan suara kabinet menunjukkan mayoritas 24 suara mendukung dan 8 menolak perjanjian ini pada Sabtu pagi, 18 Januari 2025. Isi perjanjian meliputi penghentian pertempuran dan pertukaran tahanan dari kedua pihak.
Warga Palestina menyambut gencatan senjata ini dengan harapan akan mengakhiri konflik yang telah berlangsung selama 15 bulan, sementara masyarakat Israel berharap dapat segera memulangkan sejumlah sandera yang ditawan oleh Hamas.
Menurut New York Times, kabinet Israel mengadakan pertemuan intensif sejak Jumat hingga Sabtu pagi untuk mencapai kesepakatan, meskipun Sabtu adalah hari ibadah bagi umat Yahudi. Pemerintah Israel menyatakan bahwa perjanjian akan berlaku mulai hari Minggu, dengan waktu singkat bagi warga sipil untuk mengajukan keberatan, meski pengadilan diperkirakan tidak akan menghalangi kelanjutannya.
Konflik Gaza dimulai 15 bulan lalu dengan serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, yang dikenal sebagai operasi “Badai Al-Aqsha.” Serangan ini menewaskan 1.200 warga Israel dan menyandera 250 orang. Kampanye militer balasan Israel menghancurkan sebagian besar wilayah Gaza, mengakibatkan ribuan korban tewas di kedua pihak dan menyebarkan konflik ke wilayah sekitarnya.
Gencatan senjata ini mencakup penarikan pasukan Israel dari Gaza, pertukaran sandera, dan penjagaan keamanan. Selama 42 hari gencatan senjata, Hamas akan membebaskan 33 sandera Israel sebagai ganti ratusan tahanan Palestina. Kedua pihak juga akan merundingkan langkah selanjutnya, termasuk pengakhiran perang dan penarikan pasukan Israel sepenuhnya.
Namun, keberlangsungan gencatan senjata ini masih menjadi pertanyaan, dengan perundingan yang diperkirakan akan berlangsung sulit. Netanyahu juga menghadapi tekanan dari anggota koalisinya yang menentang perjanjian karena dinilai memperkuat posisi Hamas di Gaza.