Pernyataan Trump yang Memicu Gejolak Geopolitik Global: Ambisi Penguasaan Greenland dan Terusan Panama

Pernyataan Trump yang Memicu Gejolak Geopolitik Global: Ambisi Penguasaan Greenland dan Terusan Panama. (Foto: Ist) Pernyataan Trump yang Memicu Gejolak Geopolitik Global: Ambisi Penguasaan Greenland dan Terusan Panama. (Foto: Ist)

IKOLOM.NEWS, INTERNASIONAL – Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump, kembali melontarkan pernyataan yang dapat memicu ketegangan geopolitik global. Ia mengungkapkan rencana untuk membeli Greenland dan menguasai Terusan Panama (Panama Canal), bahkan berencana untuk menggunakan kekuatan militer dan kebijakan ekonomi internasional guna merealisasikan ambisi tersebut.

Dalam sebuah konferensi pers di Mar-a-Lago, Florida pada Selasa (7/1/2025), Trump menegaskan keinginannya untuk membeli Greenland. Selain itu, ia juga menyatakan bahwa penguasaan atas Terusan Panama menjadi hal yang penting. Bagi Trump, kedua wilayah tersebut dianggap krusial untuk mendukung keamanan ekonomi nasional Amerika Serikat. Bahkan, Trump mengancam akan menggunakan kekuatan militer serta kebijakan tarif perdagangan untuk merealisasikan ambisi ini.

Berdasarkan data dari Litbang Kompas (baca; Harian Kompas), keinginan Trump untuk menguasai Greenland bukanlah hal baru, mengingat ia pernah mengajukan proposal serupa pada 2019. Saat itu, Trump menekankan pentingnya Greenland untuk kepentingan keamanan dan kemerdekaan nasional AS. Namun, rencana tersebut mendapat penolakan keras dari Denmark dan Perdana Menteri Greenland yang menegaskan bahwa Greenland tidak dijual. Perdana Menteri Denmark, Mette Frederiksen, bahkan menyebutnya sebagai ide yang “absurd.”

Ambisi AS terhadap Greenland sebenarnya sudah ada sejak abad ke-19. Pada 1867, setelah membeli Alaska dari Rusia, AS sempat mempertimbangkan untuk menguasai Greenland sebagai bagian dari strategi perdagangan dan pengaruh di kawasan Atlantik Utara. Meskipun Menteri Luar Negeri AS waktu itu, William H. Seward, sempat melakukan negosiasi dengan Rusia, usaha tersebut gagal karena Denmark tidak tertarik untuk menjual Greenland.

Pada 1946, Presiden AS Harry S. Truman juga menawarkan untuk membeli Greenland seharga 100 juta dolar AS, tetapi tawaran tersebut kembali ditolak oleh Denmark.

Ambisi Trump kali ini, jika terwujud, diprediksi dapat menambah ketegangan dalam geopolitik global, terutama dengan ancaman yang diajukan untuk melibatkan militer dan memberlakukan tarif tinggi terhadap Denmark apabila menolak menjual Greenland.

Motif Penguasaan Greenland: Keamanan, Ekonomi, dan Geopolitik

Greenland, yang merupakan pulau terbesar di dunia dengan populasi sekitar 56.000 orang, memiliki posisi strategis antara Samudra Arktik dan Samudra Atlantik Utara. Sebagai bagian dari Amerika Utara, Greenland berada di bawah kekuasaan Denmark sejak abad ke-18 hingga 1979, meskipun pada 2009, pulau ini mendapatkan status kemerdekaan sebagian setelah mengadakan referendum.

Bagi Amerika Serikat, Greenland memiliki nilai strategis yang sangat penting dalam berbagai aspek, mulai dari pertahanan dan keamanan hingga ekonomi dan geopolitik. Keinginan Trump untuk menguasai Greenland terkait erat dengan upaya mempertahankan hegemoni AS dalam berbagai sektor.

Dari perspektif pertahanan dan keamanan, Greenland menjadi sangat vital bagi keberadaan pangkalan militer Thule Air Base, yang berfungsi untuk menjaga ketahanan wilayah AS dan Denmark dari ancaman serangan rudal. Pangkalan ini berperan penting dalam mendeteksi rudal balistik dari Uni Soviet selama Perang Dingin. Thule Air Base terhubung dengan sistem peringatan dini rudal balistik (BMEWS). Pangkalan ini beroperasi berdasarkan Perjanjian Pertahanan Greenland 1951, meskipun AS hanya memiliki hak operasional, bukan hak atas kepemilikan atau kedaulatan wilayah tersebut.

Dari segi ekonomi, Greenland menyimpan sumber daya alam yang sangat bernilai, seperti mineral, minyak, dan gas. Penelitian menunjukkan bahwa Greenland memiliki cadangan logam tanah jarang (rare earth elements) yang sangat besar, yang sangat dibutuhkan untuk industri teknologi tinggi. Selain itu, survei geologi juga menemukan cadangan minyak dan gas yang signifikan, terutama di Cekungan Arktik Timur.

Namun, potensi sumber daya ini belum sepenuhnya dimanfaatkan karena tantangan cuaca ekstrem. Dengan meningkatnya pemanasan global yang menyebabkan pencairan es di kutub, peluang untuk eksplorasi sumber daya tersebut pun semakin besar.

Dari sisi geopolitik, penguasaan Greenland dapat menjadi alat bagi AS untuk mengimbangi kekuatan Rusia dan China yang semakin kuat di kawasan Arktik. Penguasaan tersebut akan memperkuat kehadiran militer AS di wilayah tersebut, meningkatkan radar dan satelit di Thule Air Base, serta mengatur kembali jalur pelayaran di Arktik yang penting untuk perdagangan internasional.

Ini Dampak bagi Indonesia dan Pentingnya Keseimbangan Diplomasi

Dalam konteks politik global terkini, ambisi AS untuk menguasai Greenland dapat dilihat sebagai respons terhadap ekspansi pengaruh China dan Rusia, terutama di kawasan Arktik. China, dengan strategi “Polar Silk Road,” tengah memperluas pengaruhnya melalui eksplorasi sumber daya alam dan jalur pelayaran di Arktik, sementara Rusia juga merupakan investor besar di kawasan tersebut, khususnya dalam pengembangan pertahanan dan energi.

Trump juga menyebutkan bahwa penguasaan Terusan Panama menjadi bagian dari upayanya untuk merebut keuntungan ekonomi yang selama ini diperoleh China melalui perdagangan internasional. Terusan Panama sangat penting dalam menghubungkan samudra Pasifik dan Atlantik, yang merupakan jalur perdagangan utama dunia.

Upaya AS untuk menguasai Greenland bisa juga dipandang sebagai langkah untuk memperkuat posisi negara tersebut dalam menghadapi ekspansi BRICS, sebuah blok yang kini semakin berkembang dan menjadi oposisi penting bagi dominasi AS. Hal ini juga berkaitan dengan ketegangan ekonomi yang dialami AS akibat kebijakan pemerintahan sebelumnya, yang memicu munculnya gerakan dedolarisasi oleh beberapa negara besar.

Bagi Indonesia, yang memiliki hubungan diplomatik kuat dengan China dan kini merupakan bagian dari BRICS, kebijakan AS ini perlu dicermati dengan seksama. Ketegangan geopolitik yang muncul akibat ambisi AS ini dapat berdampak langsung pada dinamika politik luar negeri Indonesia, yang perlu menjaga keseimbangan dalam berhubungan dengan negara-negara besar.

Dengan begitu, Indonesia perlu terus memperkuat diplomasi internasional untuk mengantisipasi potensi ketidakstabilan global, terutama jika terjadi intervensi militer dalam perebutan Greenland atau Terusan Panama, yang dapat memengaruhi kondisi ekonomi dan politik internasional secara luas.

Selain itu, ambisi AS untuk menguasai Greenland pun sudah ada pada tahun 1867 dan 1946. Pada 1867, ketika berhasil membeli Alaska dari Rusia, AS turut mempertimbangkan penguasaan Greenland karena dinilai strategis untuk perdagangan dan penguatan peran di kawasan Atlantik Utara.

Menteri Luar Negeri AS kala itu, William H Seward, melakukan negosiasi bersama Rusia, tetapi berakhir buntu. Ditambah, Denmark yang tidak menunjukkan ketertarikan dalam penjualan Greenland.

Selanjutnya, pada 1946, Presiden AS Harry S Truman menawarkan untuk membeli Greenland seharga 100 juta dollar AS. Namun, lagi-lagi tawaran ini ditolak oleh Denmark.

Jika dilihat lebih dalam, ambisi Trump saat ini untuk menguasai Greenland dapat membawa ketegangan dalam geopolitik global. Ditambah, ancaman Trump dalam konferensi persnya yang menyatakan bahwa dirinya memungkinkan melibatkan militer dan memberikan tarif perdagangan tinggi kepada Denmark apabila menolak memberikan Greenland.

Oleh karena itu, menarik untuk dikaji lebih dalam terkait motif di balik ambisi Trump untuk menguasai Greenland. Selanjutnya, apakah potensi gejolak geopolitik itu turut berimplikasi luas hingga ke Asia Tenggara, terutama bagi Indonesia?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *