IKOLOM.NEWS, NASIONAL — Center of Economic and Law Studies (Celios) mengungkapkan bahwa penundaan pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) hingga Oktober 2025 diperkirakan menimbulkan kerugian ekonomi besar, mencapai Rp11,9 triliun.
BACA JUGA: Menag: Idul Fitri 1446 H Diprediksi Jatuh pada 31 Maret 2025, Berpotensi Serentak NU-Muhammadiyah
Menurut Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira, dampak dari penundaan tersebut tak hanya dirasakan oleh para calon ASN, tetapi juga memberi efek berantai bagi perekonomian nasional, termasuk kalangan dunia usaha.
“Hasil modelling Celios menggunakan metode Input-Output (I-O) menemukan pendapatan masyarakat turun Rp10,4 triliun,” tulis Bhima dalam risetnya yang dikutip Rabu (12/3/2025).
Dampak terhadap Dunia Usaha dan Sektor Lain
Bhima menilai pengusaha turut mengalami kerugian besar, dengan total kerugian mencapai Rp3,68 triliun. Hal ini disebabkan karena gaji dan tunjangan CPNS yang setiap tahunnya menjadi daya beli masyarakat untuk berbagai kebutuhan, mulai dari sembako, perumahan, hingga elektronik, akhirnya tertunda.
Tak hanya itu, sekitar 110 ribu tenaga kerja disebut ikut terdampak akibat lesunya belanja masyarakat, yang salah satunya disebabkan belum adanya tambahan ASN baru.
“Penundaan pengangkatan CPNS berimbas luas ke sektor jasa pemerintah dengan penurunan output Rp3,5 triliun, perdagangan minus Rp441,7 miliar, hingga sektor penyediaan makanan dan minuman turun Rp286,8 miliar. Imbasnya, pelaku usaha bisa melakukan efisiensi, termasuk menunda perekrutan karyawan baru,” jelas Bhima.
Kerugian Bagi Calon ASN
Celios juga mencatat, pendapatan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang berpotensi hilang akibat penundaan pengangkatan CPNS mencapai Rp6,76 triliun. Angka ini dihitung berdasarkan asumsi rata-rata gaji pokok ASN sebesar Rp3,2 juta untuk masa kerja 0-3 tahun, dengan total tunjangan dan potongan pajak, sehingga ASN mestinya menerima sekitar Rp3 juta per bulan.
Jika dihitung selama 9 bulan penundaan, potensi kehilangan pendapatan per ASN mencapai Rp27 juta. Dengan total kebutuhan formasi sebanyak 250.407 posisi, maka dampaknya begitu besar secara nasional.
“Calon ASN yang sudah berharap, bahkan ada yang terlanjur resign dari pekerjaan sebelumnya, kini menjadi pengangguran semu selama 9 bulan. Pemerintah tidak mampu menjadi shock absorber saat sektor swasta mengalami gelombang PHK massal,” kritik Bhima.
Faktor Penyebab Penundaan
Dalam risetnya, Bhima menyebut bahwa penundaan pengangkatan CPNS erat kaitannya dengan kebijakan efisiensi anggaran pemerintah atau austerity measures. Pemerintah menargetkan efisiensi belanja APBN sebesar Rp306 triliun, dan belanja pegawai menjadi salah satu sasaran penghematan terbesar.
Menurut Bhima, setidaknya ada tiga faktor utama yang menyebabkan langkah ini diambil pemerintah:
- Kegagalan penerimaan negara, termasuk dampak masalah sistem Coretax dan turunnya harga komoditas.
- Pemborosan pembangunan infrastruktur di era Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menyebabkan defisit APBN membengkak.
- Beban utang pemerintah yang mencapai Rp1.350 triliun, termasuk utang jatuh tempo dan bunga, sehingga pemotongan anggaran dipilih meskipun tidak cukup untuk menutup keseluruhan kebutuhan fiskal.
Bhima mengingatkan bahwa keputusan penundaan pengangkatan CPNS tidak hanya berdampak pada nasib ratusan ribu calon abdi negara, tetapi juga turut mengganggu stabilitas ekonomi nasional.