IKOLOM.NEWS, INTERNASIONAL — Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen, menyatakan bahwa konsep tradisional tentang “Barat yang bersatu” kini sudah menjadi bagian dari masa lalu.
Dalam wawancara dengan surat kabar Jerman Die Zeit, ia menegaskan bahwa Uni Eropa (UE) tengah mengubah arah kebijakannya, termasuk dalam hubungan dagang global, menyusul meningkatnya ketegangan perdagangan dengan Amerika Serikat.
“Barat seperti yang kita tahu tidak ada lagi,” ujar von der Leyen. “Dunia telah menjadi bola global, dan jaringan persahabatan kita kini menjangkau seluruh dunia.”
BACA JUGA:
Wali Kota Makassar Bertemu Jusuf Kalla, Bahas Kepemimpinan dan Arah Pembangunan Kota
Pernyataan ini muncul setelah pemerintahan Presiden Donald Trump mengenakan tarif besar terhadap produk UE—20% untuk seluruh barang dan 25% untuk mobil—dengan alasan mengurangi defisit perdagangan AS..
Sebagai respons, UE memberlakukan tarif balasan sebesar 25% atas impor dari AS. Meski Trump kemudian mengumumkan jeda 90 hari untuk sebagian tarif, ketegangan tetap tinggi.
Von der Leyen menilai kondisi ini memberi “dampak positif tak langsung”, karena banyak negara kini mendekat ke UE untuk menjalin kerja sama ekonomi baru.
“Semua orang ingin lebih banyak berdagang dengan Eropa. Ini bukan hanya soal ekonomi, tapi juga tentang menetapkan aturan bersama dan menciptakan prediktabilitas,” jelasnya.
Menanggapi pertanyaan apakah ini menjadi pertanda perpisahan dengan AS, von der Leyen menegaskan bahwa dirinya tetap percaya pada hubungan transatlantik. Namun, ia menggarisbawahi bahwa UE harus realistis terhadap dinamika global yang berubah.
“Hanya 13% perdagangan dunia dilakukan dengan AS. Sisanya, 87%, berasal dari negara lain. Karena itu, kita harus membuka pasar baru dan membangun hubungan kuat dengan negara-negara yang memiliki kepentingan sejalan,” ujarnya.
Ketegangan antara kedua pihak makin mencuat setelah Trump menyebut UE “dibentuk untuk memperdaya” Amerika.
Bahkan, Presiden Prancis Emmanuel Macron mendesak perusahaan-perusahaan Eropa menghentikan investasi baru di AS sebagai bentuk protes terhadap kebijakan proteksionis Washington.