IKOLOM.NEWS, INTERNASIONAL – Sebuah klip audio yang berisi dugaan penghinaan terhadap agama Islam dan Nabi Muhammad telah memicu gelombang kekerasan terhadap komunitas minoritas Druze di Suriah.
Melangsir detikNews, dalam rekaman yang menyebar luas itu, seorang yang diklaim sebagai tokoh agama Druze, Marwan Kiwan, disebut sebagai pelakunya. Namun, Kiwan membantah tuduhan tersebut dan menyebut insiden ini sebagai upaya memecah belah rakyat Suriah.
BACA JUGA:
PAN Sulsel Dukung Zulhas Maju di Pilpres 2029, Minimal Jadi Cawapres
Klarifikasi Kiwan datang terlambat. Menurut peneliti Inggris-Irak Aymenn Jawad al-Tamimi, penyebaran klip tersebut telah memicu seruan untuk “membela kehormatan Nabi Muhammad”, disertai meningkatnya sentimen anti-Druze di media sosial. Kekerasan pun merebak, terutama di kota mayoritas Druze seperti Jaramana dan Sahnaya di dekat Damaskus, serta di provinsi Sweida.
Bentrok antara kelompok bersenjata tak dikenal dan milisi Druze menyebabkan lebih dari 80 orang tewas. Warga seperti Mohammed Shobak menggambarkan situasi mencekam selama pengepungan. Ia menyebut milisi lokal bersenjata berat namun menghilang menjelang kedatangan pasukan pemerintah Suriah.
Kekerasan mereda setelah para pemimpin Druze mengizinkan pasukan pemerintah masuk dan sebagian warga menyerahkan senjata.
Namun, konflik ini menyoroti lemahnya kontrol pemerintah baru Suriah, yang dibentuk setelah jatuhnya rezim Bashar Assad pada Desember 2024.
Komunitas Druze – sekitar 3% dari populasi Suriah – kini terpecah. Beberapa tokoh agama dan milisi ingin mempertahankan otonomi hingga pemilu digelar, sementara lainnya terbuka untuk bekerja sama dengan Damaskus. Ketegangan internal ini memperumit proses integrasi Druze ke dalam struktur negara baru.
Di tengah kekacauan, Israel melancarkan serangan udara ke Damaskus pada 30 April dan 2 Mei. Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menyatakan serangan itu sebagai peringatan agar tidak ada ancaman terhadap komunitas Druze dan perbatasan Israel.
Namun, para analis memperingatkan bahwa intervensi Israel justru dapat memperburuk citra Druze di Suriah dan mengganggu transisi politik yang rapuh.
Mayoritas Druze menolak “perlindungan” Israel. Protes pun muncul menentang keterlibatan Tel Aviv. Sebagian analis menyebut bahwa asosiasi dengan Israel bisa menjadi stigma yang lebih berbahaya daripada tuduhan bid’ah.