Ikolom.News – Ramai-ramai sejumlah daerah kompak menaikkan pajak bumi dan bangunan (PBB). Kebijakan ini sontak menjadi sasaran protes warganya. Yang terheboh di Kabupaten Pati, warga tumpah ke jalan untuk memprotes. Kericuhan ini berakhir dengan keputusan DPRD untuk membentuk pansus pemakzulan Bupati Sudewo.
Bupati Sudewo sempat berencana menaikkan tarif PBB hingga 250 persen. Sudewo menuturkan bahwa keputusan menaikkan tarif pajak tersebut untuk mempercepat pembangunan di Pati. Dia secara spesifik menyebut dua agenda yang menjadi prioritasnya. Dilansir dari inilah.com
“Beban kami pembangunan infrastruktur jalan, pembenahan RSUD RAA Soewondo, pertanian, perikanan, semuanya membutuhkan anggaran yang sangat tinggi,” kata Sudewo yang ogah mundur dari jabatannya, belum lama ini.
Pati bukan satu-satunya kabupaten yang menaikan tarif PBB. Cirebon, kota di Jawa Barat, bahkan mengerek pajak hingga 1.000 persen. Angkanya 4 kali lipat dari tarif yang sedianya diterapkan Bupati Pati.
Masyarakat pun telah turun ke jalan untuk menentang kenaikan tarif PBB di Kota Cirebon. Mereka menuntut agar pemerintah membatalkan Peraturan Daerah alias Perda No.1/2024 yang menjadi dasar pengenaan PBB 1.000 persen.
Peningkatan besaran yang sama juga terjadi di Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Warga membawa ratusan koin rupiah hasil dari membedah celengan untuk membayar pajak untuk memprotes memasukkan pajak PBB yang terjadi secara drastis sejak 2024.
Kabupaten Semarang juga disebut-sebut menaikan tarif PBB hingga 400 persen, kabar meskipun ini langsung dibantah oleh Pemkab Semarang. Situasi yang sama juga terjadi di Kabupaten Banyuwangi, Pj Sekda Guntur Priambodo buru-buru membantah kabar rencana kenaikan PBB 200 persen. “Tidak ada proyeksi peningkatan PAD dari objek pajak PBB yang berasal dari kenaikan tarif pada tahun 2026,” ungkapnya, Selasa (12/8/2025).
Yang jadi sorotan, kekisruhan kenaikan terjadi di saat pemerintah sedang gencar-gencarnya melakukan efisiensi anggaran. Melalui Peraturan Menteri Keuangan alias PMK No.56/2025, pemerintah akan menyasar beberapa pos anggaran dalam transfer ke daerah. Sasaran utamanya anggaran infrastruktur hingga dana otonomi khusus alias otsus.
Pertanyaannya, apa yang kekompakan untuk daerah menaikkan PBB adalah cara menyiasati efisiensi? Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Anggito Abimanyu menegaskan bahwa kebijakan menaikkan tarif PBB sepenuhnya merupakan kewenangan daerah.
Jadi, harusnya disesuaikan di level daerah, kata Anggito saat ditemui di Grha Sabha Pramana, Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Kamis (13/8/2025) dilansir dari Antara.
Secara terpisah, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) yang juga Juru Bicara Presiden RI Prabowo Subianto, Prasetyo Hadi membantah maraknya kebijakan kenaikan pajak di daerah sebagai akibat melemahnya alokasi anggaran dari pemerintah pusat.
Menurut Prasetyo, penyebab kenaikan pajak bumi dan bangunan (PBB) di suatu daerah berbeda dengan daerah lain.
“Tidak ada alasannya karena itu, bukan ya (kurangnya anggaran dari pusat). Itu kan memang kebijakan-kebijakan setiap pemerintah daerah, dan memang berbeda-beda antara satu kabupaten dengan kabupaten lainnya,” ujar Prasetyo, Kamis (14/8/2025).
Prasetyo pun memastikan kenaikan PBB juga sudah dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi masing-masing daerah. “Jadi bukan, menurut pendapat kami, bukan karena itu. Kalaupun ada rencana atau kebijakan penaiklan PBB itu di daerah masing-masing,” katanya.
Dia bilang, pihaknya telah berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian terkait fenomena kenaikan pajak ini. Pembicaraan dengan Mendagri dilakukan setelah kenaikan pajak di berbagai daerah menimbulkan permasalahan.
Sejumlah daerah ramai-ramai menaikkan tarif Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hingga ratusan persen, memicu gelombang protes warga dari Pati hingga Cirebon, bahkan berujung pada ancaman pemakzulan kepala daerah.
Editor: Muliadi