Ikolom.Jakarta – Istana melalui Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Muhammad Qodari memberikan penjelasan terkait keputusan Presiden Prabowo Subianto yang menetapkan Ibu Kota Nusantara (IKN) sebagai ibu kota politik mulai 2028. Qodari menegaskan bahwa istilah “ibu kota politik” tidak berarti akan ada pemisahan ibu kota ekonomi atau budaya.
Menurut Qodari, penekanan istilah tersebut hanya untuk memastikan bahwa seluruh pilar pemerintahan hadir di IKN.
“Intinya begini, kalau mau difungsikan sebagai pusat pemerintahan, sebagai ibu kota, maka tiga lembaga yang merupakan pilar kenegaraan, apa aja tuh? eksekutif, legislatif, dan yudikatif, itu sudah harus ada fasilitasnya,” ujar Qodari di Kantor KSP, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (22/9/2025). Dilansir dari Inews.id.
Ia menambahkan, Presiden Prabowo menargetkan agar pada 2028 seluruh fasilitas bagi ketiga lembaga tersebut rampung di IKN.
“Nah, kalau baru ada eksekutif, baru ada Istana negara, tapi legislatif aliasnya DPR nggak ada, nanti ngomong sama siapa? Rapat sama siapa? Kira-kira begitu,” jelasnya.
“Nah ini sudah ditetapkan oleh Pak Prabowo, bahwa per 2028, betul ya? Ketiga lembaga itu sudah harus ada fasilitasnya. Sehingga kalau mau sidang, sudah terpenuhi. Ada semua sudah, eksekutifnya sudah ada, legislatifnya sudah ada, dan Yudikatifnya sudah ada,” pungkas Qodari.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto menetapkan IKN sebagai ibu kota politik mulai 2028. Keputusan itu tercantum dalam Perpres Nomor 79 Tahun 2025 tentang Pemutakhiran Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2025.
“Perencanaan dan pembangunan kawasan, serta pemindahan ke Ibu Kota Nusantara dilaksanakan sebagai upaya mendukung terwujudnya Ibu Kota Nusantara menjadi ibu kota politik di tahun 2028,” bunyi beleid tersebut, dikutip Jumat (19/9/2025).