Dugaan Penyimpangan Dana Hibah KONI Sulsel, Yasir Machmud Diperiksa Kejati

Ikolom.Makassar – Penggunaan dana hibah Rp17,5 miliar yang digelontorkan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan untuk Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Sulsel kembali menjadi sorotan. Ketua KONI Sulsel yang juga Wakil Ketua II DPRD Sulsel, Yasir Machmud, memenuhi panggilan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulsel guna memberikan klarifikasi terkait alokasi dana persiapan kontingen menuju Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI Aceh–Sumut 2024.

Dalam keterangannya, Yasir menegaskan bahwa sebagian besar anggaran, yakni Rp16,6 miliar, telah terserap untuk kebutuhan teknis atlet. Pos tersebut mencakup pembelian tiket perjalanan, perlengkapan, pemusatan latihan, hingga pemenuhan nutrisi dan vitamin. Sementara sekitar Rp900 juta dialokasikan untuk biaya operasional KONI. Ia menambahkan, dana Rp14 miliar yang bersumber dari pagu berbeda justru dikelola langsung Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Sulsel guna menutup kebutuhan transportasi dan akomodasi kontingen.

“Dokumen sudah kami serahkan, dan kami ingin menegaskan bahwa seluruh belanja diarahkan agar atlet Sulsel tampil prima di PON. Itu fokus kami,” ujar Yasir usai pemeriksaan, Senin (22/9/2025).

Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sulsel, Soetarmi, menyebutkan bahwa penyelidikan masih berjalan. Beberapa pengurus cabang olahraga juga telah dimintai keterangan. “Proses ini untuk memastikan penggunaan anggaran hibah sesuai dengan peraturan yang berlaku,” katanya.

Sebelumnya, KONI Sulsel mengajukan dana Rp35 miliar, namun berdasarkan Peraturan Gubernur Sulsel Nomor 16 Tahun 2024, hanya Rp17,5 miliar yang dikucurkan.

Pemeriksaan terhadap penggunaan dana hibah KONI Sulsel menjadi perhatian publik karena melibatkan figur politik sekaligus pimpinan lembaga olahraga daerah. Transparansi pengelolaan dana hibah olahraga selama ini memang kerap dipertanyakan.

Dalam praktiknya, anggaran untuk persiapan PON tidak hanya bersumber dari KONI, tetapi juga dari Dispora maupun dukungan sponsor. Hal ini sering menimbulkan tumpang tindih kewenangan antara KONI dan pemerintah daerah. Situasi tersebut membuat akuntabilitas semakin krusial, apalagi dana miliaran rupiah yang digelontorkan sejatinya berasal dari APBD.

Kasus ini juga bisa menjadi momentum untuk mendorong reformasi manajemen olahraga di tingkat daerah. Pengelolaan dana hibah secara terbuka, sistem audit berkala, hingga laporan keuangan yang dapat diakses publik menjadi langkah penting agar polemik serupa tidak berulang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *