Makassar – Sekretariat Nasional FITRA bersama Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI) Sulsel, Perkumpulan Inisiatif, dan International Budget Partnership (IBP) yang tergabung dalam koalisi PRIMA (Peningkatan Representasi dan Inklusi Perempuan dalam Anggaran) menyelenggarakan “Workshop Penyusunan Proposal Program dan Anggaran Kesehatan Reproduksi bagi perempuan penyandang disabilitas di Sulawesi Selatan,” di Plazgozz Café, Kota Makassar, 27 September 2025.
Workshop ini diikuti 16 peserta yang terdiri dari Dinas Kesehatan, perwakilan enam Puskesmas (Jumpandang Baru, Tamalate, Kassi-Kassi, Pertiwi, Pattingalloang, dan Tamamaung), serta organisasi penyandang disabilitas seperti Pertuni, Gerkatin, dan Permata Kota Makassar.
Penyelenggaraan workshop ini sebagai respon atas tantangan pemenuhan hak kesehatan reproduksi (kespro) inklusif yang masih terbatas. Hak ini sejatinya telah dijamin melalui berbagai regulasi, termasuk Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas dan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi. Namun, alokasi anggaran spesifik bagi layanan kespro inklusif hingga kini belum terpetakan secara jelas di dokumen perencanaan daerah.
Perubahan kebijakan melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang menghapus ketentuan mandatory spending juga menambah tantangan. Tanpa perlindungan anggaran, program kespro yang inklusif berpotensi tidak menjadi prioritas. Hal ini diperparah dengan belum optimalnya SOP Puskesmas dalam mengakomodasi kebutuhan ragam disabilitas, keterbatasan data terpilah, hingga kapasitas tenaga kesehatan yang belum merata dalam memberikan layanan non-diskriminatif.
Direktur Divisi Hukum dan Kebijakan Publik YASMIB Sulawesi, A. Muh. Hidayat, yang juga hadir sebagai Tenaga Ahli (TA) FITRA/HWDI Sulsel menegaskan pentingnya forum ini.
“Melalui workshop ini, kami ingin memastikan usulan program kesehatan reproduksi inklusif bagi perempuan penyandang disabilitas tidak berhenti di wacana, tapi bisa masuk ke dalam siklus perencanaan dan penganggaran daerah. Dengan begitu, kebijakan yang lahir bisa lebih berpihak dan dapat dimonitor implementasinya,” ujarnya.
Dalam kegiatan ini, peserta juga diajak memanfaatkan data sekunder, hasil audit, serta analisis anggaran sebagai dasar penyusunan usulan program. Mereka kemudian menyepakati langkah strategis untuk memastikan hasil workshop dapat diintegrasikan ke dokumen resmi pemerintah daerah.
Dari workshop ini diharapkan lahir draft proposal program dan anggaran kespro inklusif, serta rencana tindak lanjut advokasi di tingkat daerah. “Ini bagian dari upaya memperkuat posisi daya tawar perempuan penyandang disabilitas dalam advokasi kebijakan publik yang adil dan tidak diskriminatif,” tambah Hidayat.
Melalui forum ini, koalisi PRIMA bersama para pemangku kepentingan menegaskan komitmen memperjuangkan layanan kesehatan reproduksi yang inklusif, adil, dan berpihak pada kelompok rentan, khususnya perempuan penyandang disabilitas.