Ikolom.Yogyakarta – Kuasa hukum keluarga Diplomat Arya Daru Pangayunan, Nicholay Aprilindo, mengungkapkan bahwa keluarga mendapatkan tiga kali teror usai meninggalnya Daru pada pada 7 Juli 2025.
Nicholay menjelaskan, teror pertama diterima pihak keluarga pada 9 Juli, sekitar pukul 21.00 WIB, tepatnya setelah tahlilan.
“Pertama tanggal 9 Juli, sekitar pukul 21.00 malam setelah tahlilan mendapatkan amplop berisi styrofoam bunga kamboja, hati, dan bintang. Itu teror pertama,” ujar Nicholay saat konferensi pers di Kotagede, Kota Yogyakarta, Sabtu (27/9/2025). Dilansir dari laman berita kompas.com
Teror kedua terjadi pada 27 Juli, ketika makam Daru diacak-acak oleh orang yang tak dikenal.
“Teror ketiga baru-baru ini pada September, makam almarhum, ketika istri berkunjung bersama anaknya, ditaruh bunga berbentuk garis. Bunga mawar merah berbentuk garis,” ucap Nicholay.
Kuasa hukum menganggap ketiga peristiwa tersebut sebagai teror karena menimbulkan rasa takut bagi pihak keluarga.
“Itu ya teror, artinya membuat rasa takut,” kata dia.
Sebelumnya, misteri kematian diplomat muda Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Arya Daru Pangayunan (ADP), kembali jadi sorotan.
Pihak keluarga melalui kuasa hukumnya membantah keras terkait isu bahwa Arya Daru pernah memiliki keinginan bunuh diri pada 2013.
Di tahun itu, Daru justru tengah bertugas di Myanmar menangani kasus human trafficking bersama Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
“Kami juga tahu persis bahwa dia ini membuka website (situs) tentang bunuh diri itu kaitannya dengan memang dia mau tahu kalau orang mau bunuh diri seperti apa. Jadi, tidak ada kaitannya,” kata kuasa hukum keluarga, Dwi di Jakarta, Selasa (16/9/2025).
Daru ditemukan tewas di kamar indekosnya di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, pada Senin (7/7/2025) malam.
Korban diketahui merupakan warga asal Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta yang bekerja di Jakarta.
Kasus kematian diplomat muda Arya Daru Pangayunan (ADP) semakin kompleks karena selain misteri penyebab kematiannya, kini keluarga juga menghadapi rentetan teror pasca pemakaman.
Tiga peristiwa ganjil pengiriman amplop berisi benda mencurigakan, pengacakan makam, hingga penempatan bunga dengan pola tertentu menambah tekanan psikologis bagi keluarga.
Kuasa hukum menilai hal ini bukan sekadar insiden biasa, melainkan teror yang bertujuan menciptakan rasa takut.
Di sisi lain, bantahan keluarga terkait isu bunuh diri menegaskan adanya dugaan misinformasi yang beredar.
Mereka menekankan bahwa ADP semasa hidup aktif menjalankan tugas negara, termasuk menangani kasus besar human trafficking, sehingga anggapan terkait motif bunuh diri dianggap tidak berdasar.
Dengan adanya dua sisi ini misteri penyebab kematian dan teror lanjutan kasus ADP memerlukan penyelidikan lebih serius, tidak hanya untuk mengungkap kebenaran, tetapi juga untuk memberi rasa aman bagi keluarga yang ditinggalkan.