Pemerintah Tanggung Selisih Harga Energi dan Non-Energi, APBN Jadi Penopang Utama Subsidi

Ikolom.Jakarta – Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan besaran harga keekonomian energi dan non-energi yang dikonsumsi masyarakat. Data tersebut menunjukkan peran besar Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam menjaga keterjangkauan harga melalui subsidi.

Menurut Purbaya, subsidi merupakan wujud keberpihakan fiskal, di mana pemerintah menanggung selisih antara harga keekonomian dan harga yang dibayar oleh masyarakat. Ia menegaskan bahwa meskipun harga jual BBM dan tarif listrik telah disesuaikan sejak 2022, nilainya masih belum mencerminkan harga keekonomian sepenuhnya.

“Selama ini pemerintah menanggung selisih harga keekonomian dan harga yang dibayarkan masyarakat melalui pemberian subsidi energi non-energi,” ujarnya dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Selasa (30/9/2025), dikutip dari iNews.id.

Lebih lanjut, Purbaya merinci harga keekonomian beberapa komoditas berikut subsidi yang diberikan pemerintah:

Solar bersubsidi: harga keekonomian Rp11.950 per liter. Dengan subsidi 43 persen (Rp5.150 per liter), masyarakat hanya membayar Rp6.800 per liter.

Pertalite: harga asli Rp11.700 per liter. Setelah subsidi 15 persen (Rp1.700 per liter), harga jualnya Rp10.000 per liter.

Minyak tanah: harga keekonomian Rp11.150 per liter. Pemerintah menanggung Rp8.650 per liter (78 persen), sehingga harga bagi masyarakat hanya Rp2.500 per liter.

Elpiji 3 kg: harga asli Rp42.750 per tabung. Subsidi Rp30.000 per tabung (70 persen) membuat harga beli masyarakat Rp12.750 per tabung.

Listrik rumah tangga 900 VA subsidi: tarif keekonomian Rp1.800 per kWh. Pemerintah menanggung Rp1.200 per kWh (67 persen), sehingga tagihan masyarakat Rp600 per kWh.

Listrik rumah tangga 900 VA non-subsidi: masih disubsidi Rp400 per kWh (22 persen), sehingga harga akhir Rp1.400 per kWh.

Pupuk Urea: harga keekonomian Rp5.558 per kg. Subsidi Rp3.308 per kg (59 persen) membuat harga jual Rp2.250 per kg.

Pupuk NPK: harga asli Rp10.791 per kg. Subsidi Rp8.491 per kg (78 persen) menjadikan harga jual Rp2.300 per kg.

Meski jumlah subsidi yang digelontorkan cukup besar, data SUSENAS memperlihatkan bahwa kelompok masyarakat sangat mampu (desil 8–10) masih menikmati porsi cukup besar dari subsidi energi.

Karena itu, Purbaya menegaskan pentingnya peningkatan ketepatan sasaran melalui pemanfaatan data terpadu subsidi energi nasional.

“Pola serupa terjadi pada listrik, solar, dan minyak tanah. Ini adalah bentuk keberpihakan fiskal yang akan terus dievaluasi agar lebih tepat sasaran dan berkeadilan,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *