Ikolom.Gowa – Ratusan aktivis, pegiat komunitas, dan tokoh masyarakat berkumpul di kawasan Hutan Pinus Moncong Polong, Bissoloro, Kabupaten Gowa, selama tiga hari, Jumat hingga Minggu (10–12 Oktober 2025), dalam kegiatan Jambore Masyarakat Sipil 2025 yang diselenggarakan oleh Forum Informasi Komunikasi Organisasi Non Pemerintah (FIK ORNOP) Sulawesi Selatan.
Kegiatan ini menjadi ajang konsolidasi gerakan masyarakat sipil di Sulawesi Selatan dan ditandai dengan pembacaan Deklarasi Bisolloro, sebagai komitmen bersama memperjuangkan demokrasi, hak asasi manusia, dan keberlanjutan lingkungan.
Koordinator FIK ORNOP Sulsel, Samsang Syamsir, menyebut deklarasi ini sebagai momentum penting untuk memperkuat kembali gerakan masyarakat sipil yang telah tumbuh sejak era 1980-an. Ia menekankan bahwa gerakan masyarakat sipil harus tetap menjadi penyeimbang kekuasaan, menjaga nilai kemanusiaan, dan memperjuangkan keadilan sosial.
“Gerakan masyarakat sipil harus tetap menjadi penyeimbang kekuasaan, menjaga nilai-nilai kemanusiaan, dan memperjuangkan keadilan sosial,” ujarnya saat membacakan deklarasi di hadapan peserta.
Samsang juga menyampaikan apresiasi kepada seluruh peserta, para senior gerakan, serta tim pelaksana yang telah bekerja keras menyukseskan kegiatan ini, menekankan bahwa keberhasilan jambore tak lepas dari semangat kolaborasi, gotong royong, dan solidaritas antar generasi aktivis.
Selama tiga hari, peserta mengikuti berbagai kegiatan inspiratif dan reflektif, termasuk panggung inspirasi yang menghadirkan tokoh masyarakat dan aktivis berbagi pengalaman, pameran produk masyarakat sipil, diskusi tematik mengenai isu demokrasi, lingkungan, agraria, dan hak masyarakat adat, serta penanaman pohon sebagai simbol komitmen terhadap pelestarian lingkungan. Kegiatan ini juga mencakup pembagian bibit tanaman untuk mendorong kesadaran ekologis dan kemandirian ekonomi berbasis lingkungan. Forum refleksi gerakan di hari terakhir menjadi momen bagi peserta untuk menyusun langkah strategis memperkuat jaringan dan memperbarui arah perjuangan masyarakat sipil di Sulawesi Selatan.
Dalam Deklarasi Bisolloro, peserta menyoroti kemunduran demokrasi, lemahnya pemenuhan hak asasi manusia, dan meningkatnya pengaruh oligarki dalam kebijakan publik. Mereka juga menegaskan pentingnya menjaga akar budaya masyarakat Sulawesi Selatan, termasuk nilai-nilai siri’, macca, warani, dan malempu’ na magetteng. Deklarasi tersebut memuat delapan poin sikap bersama, antara lain,
1. Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat sebagai identitas Budaya bangsa melalui pengesahan RUU Masyarakat Adat
2. Menuntut negara untuk menghentikan eksploitasi, kerusakan lingkungan, dan perampasan ruang hidup yang berdampak pada pengorbanan hak-hak ekologis dan sosial rakyat yang mengancam keberlanjutan hidup lintas generasi.
3. Harmonisasi Kebijakan Agraria untuk melindungi kedaulatan rakyat atas Sumber Daya Alam, Agraria dan Lingkungan Hidup.
4. Mengakhiri sentralisasi kebijakan Pendidikan dan Kesehatan yang mengabaikan keragaman konteks lokal dan mendorong desentralisasi kewenangan kepada pemerintah daerah agar adil, inklusif dan sesuai kebutuhan Masyarakat.
5. Penguatan jaringan komunikasi dan peningkatan sarana transportasi secara merata di seluruh wilayah untuk mengoptimalkan kerja ekonomi Lestari yang mandiri, berkelanjutan dan inklusif.
6. Penguatan Kebijakan pemberian bantuan pelaku UMKM yang inklusif.
7. Negara menghentikan pengabaian terhadap hak asasi manusia, mereformasi sistem hukum agar adil dan setara, serta memberantas korupsi secara sistemik melalui pendidikan antikorupsi yang kritis dan pembukaan ruang pengambilan keputusan yang inklusif, transparan, dan berpihak pada rakyat sebagai penentu arah perubahan.
8. Masyarakat Sipil menjadi motor penggerak dialog antar golongan, mendukung partisipasi bermakna yang melahirkan kolaborasi dan solidaritas sosial yang tangguh.
Sebelumnya, Acara pembukaan dan panggung inspirasi juga dihadiri sejumlah tokoh penting. Di antaranya, Dr. H. Syamsu Rizal M.I., S.Sos., M.Si., Anggota DPR RI Komisi I Fraksi PKB, Ir. Mustari Tepu, S.Hut., M.Sc., IPM, Kepala Bidang KSDA Wilayah II Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Selatan, serta tokoh inspiratif seperti Abdul Malik Saleh, Direktur Yayasan Bumi Sawerigading Palopo yang berhasil mengolah sampah menjadi produk bernilai ekonomi. Hadir pula Wakil Bupati Soppeng, Selle KS Dalle, yang mencontohkan integrasi prinsip NGO ke pemerintahan, serta akademisi Universitas Hasanuddin, Endang Sari, yang berbagi pengalaman melibatkan generasi muda dalam kebijakan publik.
Jambore Masyarakat Sipil 2025 diakhiri dengan semangat kebersamaan dan tekad memperkuat jaringan masyarakat sipil yang mandiri, adaptif, dan responsif terhadap tantangan zaman. Para peserta berharap gerakan ini terus menjadi ruang partisipasi rakyat dalam menentukan arah perubahan yang berpihak pada keadilan sosial, demokrasi yang bermartabat, dan kelestarian lingkungan hidup.