Headlines

Perkuat Advokasi Inklusif, Koalisi PRIMA Gelar Training Strategi Advokasi Berbasis Bukti

Foto Bersama Training Strategi Advokasi Berbasis Bukti

Ikolom. Makassar, 24 November 2025 — Upaya mendorong pelayanan publik yang berkeadilan dan inklusif bagi perempuan penyandang disabilitas terus diperkuat. Koalisi PRIMA (Peningkatan Representasi dan Inklusi Perempuan dalam Anggaran) menyelenggarakan Training Strategi Advokasi Berbasis Bukti (Evidence-Based Advocacy) di Hotel Mercure Makassar pada 24–25 November 2025, sebagai bagian dari Program SPARK.

Kegiatan ini dilatarbelakangi masih tingginya ketimpangan akses layanan publik, khususnya layanan kesehatan reproduksi bagi perempuan penyandang disabilitas. Berbagai hambatan masih ditemukan, mulai dari infrastruktur layanan kesehatan yang belum aksesibel, minimnya pemahaman tenaga kesehatan terhadap kebutuhan disabilitas, hingga absennya informasi layanan dalam format yang ramah disabilitas seperti braille, audio, dan Bahasa Isyarat.

Perempuan penyandang disabilitas merupakan kelompok dengan tingkat kerentanan tinggi karena menghadapi beban berlapis, yakni disabilitas dan ketimpangan gender. Kondisi ini diperparah dengan keterbatasan akses terhadap layanan kesehatan reproduksi, tingginya risiko kekerasan seksual, serta lemahnya perlindungan sistemik atas hak-hak reproduksi mereka.

Merespons situasi tersebut, Seknas FITRA bersama Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI), Perkumpulan INISIATIF, dan International Budget Partnership (IBP) berkolaborasi dalam Program SPARK. Program ini bertujuan meningkatkan kesejahteraan dan pemberdayaan perempuan penyandang disabilitas melalui penguatan akses dan kualitas layanan kesehatan reproduksi yang inklusif dengan pendekatan gender dan interseksionalitas. Implementasinya di kawal oleh YASMIB Sulawesi selaku Sijar FITRA.

Koalisi PRIMA sebelumnya telah melakukan berbagai upaya strategis, antara lain penelitian dan audit sosial terhadap layanan kesehatan reproduksi inklusif di lebih dari 48 puskesmas, analisis GEDSI (Gender Equality, Disability, and Social Inclusion), serta perumusan rekomendasi perbaikan SOP dan pelatihan bagi tenaga kesehatan.

Ketua HWDI Sulsel, Maria Un menyampaikan bahwa pemerintah memiliki peran strategis dalam menyediakan pelayanan kesehatan yang adil bagi penyandang disabilitas, salah satunya melalui penguatan SOP yang inklusif.

“Pemerintah perlu memastikan pelayanan kesehatan yang inklusif melalui penyusunan dan penerapan SOP yang ramah disabilitas. Dengan adanya SOP yang jelas dan berbasis kebutuhan penyandang disabilitas, layanan kesehatan dapat diakses secara adil, bermartabat, dan tanpa diskriminasi,” ucapnya.

Ia menegaskan bahwa penyediaan SOP saja tidak cukup, sehingga dibutuhkan komitmen pemerintah untuk memastikan seluruh fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan memahami serta menerapkannya secara konsisten. “Penyandang disabilitas membutuhkan sistem layanan yang benar-benar memperhatikan kondisi, keragaman, dan hak mereka,” lanjutnya.

Selain itu, training ini bertujuan meningkatkan pemahaman perempuan penyandang disabilitas terhadap konsep advokasi berbasis bukti, menguatkan keterampilan dalam merancang rencana advokasi kebijakan, serta membangun komitmen bersama organisasi masyarakat sipil daerah untuk memperjuangkan layanan kesehatan reproduksi yang adil dan inklusif.

Adapun output yang diharapkan meliputi meningkatnya pemahaman peserta terhadap konsep dan delapan langkah advokasi berbasis bukti, kemampuan menggunakan instrumen perencanaan advokasi, serta penguatan keterampilan advokasi perempuan penyandang disabilitas di Indonesia.

Pada kegiatan ini difasilitasi oleh Rosniaty (Direktur Eksekutif YASMIB Sulawesi), Hendriadi (Fitra NTB) dan Andi Muh. Hidayat (Direktur Hukum dan Kebijakan YASMIB Sulawesi).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *