IKOLOM.NEWS, NASIONAL – Lembaga think tank Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia mengungkap sejumlah data yang menunjukkan adanya anomali ekonomi menjelang Lebaran 2025. Temuan ini dituangkan dalam laporan berjudul “Awas Anomali Konsumsi Jelang Lebaran 2025”, yang dipublikasikan pada 26 Maret 2025.
Menurut CORE, kondisi ekonomi yang menjadi sorotan utama adalah konsumsi rumah tangga, yang berkontribusi 54-55% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Namun, alih-alih meningkat menjelang Ramadan dan Idulfitri 1446 Hijriyah, data justru menunjukkan tren pelemahan daya beli masyarakat.
BACA JUGA:
Mahasiswa Asmat Papua Bagikan Takjil, Tunjukkan Semangat Toleransi di Bulan Ramadhan
Deflasi di Awal 2025, Sinyal Lemahnya Konsumsi Rumah Tangga
CORE mencatat adanya deflasi pada Februari 2025, dengan rincian:
Tahunan (year-on-year/yoy): -0,09%
Bulanan (month-to-month): -0,48%
Sejak awal tahun (year-to-date): -1,24%
Meski inflasi inti masih positif 0,25% (bulanan) dan 2,48% (tahunan), CORE menyoroti penurunan harga pada kelompok makanan, minuman, dan tembakau, yang biasanya justru mengalami kenaikan menjelang Ramadan. Pada Februari 2025, kelompok ini memberikan kontribusi deflasi sebesar -0,12% secara bulanan. Padahal, pada tahun-tahun sebelumnya, kelompok ini selalu menyumbang inflasi di bulan yang sama.
Penurunan harga tersebut menjadi anomali karena biasanya menjelang Ramadan, permintaan terhadap bahan makanan dan minuman meningkat, yang mendorong inflasi. Namun, tahun ini, faktor tersebut tidak terjadi, mengindikasikan pelemahan daya beli masyarakat.
Penjualan Ritel Melambat, Indeks Konsumsi Menurun
CORE juga mengutip data Bank Indonesia, yang menunjukkan Indeks Penjualan Riil (IPR) pada Februari 2025 berpotensi turun 0,5% (yoy), terutama dipengaruhi oleh penurunan penjualan kelompok makanan, minuman, dan tembakau (-1,7%).
Data tersebut sejalan dengan tren perlambatan pertumbuhan ritel di berbagai sektor:
Indomaret: Dari 44,7% (2022-2023) menjadi hanya 4% (2024)
Alfamart: Dari 13,9% (2022) menjadi 10% (2024)
Ramayana: Dari 8,1% (2022) menjadi 0,1% (2024)
Hypermarket: Dari 4,8% (2022) menjadi 2,3% (2024)
Matahari: Mengalami penurunan signifikan hingga -2,6% (2024)
Penurunan ini mencerminkan adanya tekanan ekonomi yang semakin mengeras terhadap konsumsi rumah tangga sejak beberapa tahun terakhir.
Impor Barang Konsumsi dan Jumlah Pemudik Menurun
CORE juga mencatat impor barang konsumsi pada Februari 2025 hanya mencapai US$ 1,47 miliar, atau turun 10,61% dibanding Januari 2025. Jika dibandingkan dengan Februari 2024, penurunan bahkan mencapai 21,05%.
Selain itu, survei Kementerian Perhubungan menunjukkan jumlah pemudik Lebaran 2025 diperkirakan hanya 146,48 juta orang, turun 24% dari tahun sebelumnya (193,6 juta pemudik pada 2024). Menurut CORE, fenomena ini menunjukkan menurunnya pendapatan yang dapat dibelanjakan oleh masyarakat kelas menengah ke bawah, sehingga banyak yang mengurungkan niat untuk mudik.
Faktor Penyebab dan Dampak Anomali Ekonomi
CORE menyebut maraknya PHK dan sulitnya mencari pekerjaan di sektor formal sebagai faktor utama melemahnya daya beli masyarakat. Hal ini merupakan dampak dari deindustrialisasi dini yang terjadi di Indonesia.
Jika kondisi ini terus berlanjut, CORE memperingatkan bahwa kinerja ekonomi domestik dapat semakin tergerus, yang berpotensi menurunkan kualitas hidup masyarakat secara keseluruhan. Bahkan, dalam jangka panjang, kondisi ini dapat memicu konflik sosial akibat meningkatnya tekanan ekonomi.
“Jika melemahnya daya beli masyarakat menjelang Ramadan dan Lebaran 2025 dibiarkan terus menerus, bisa jadi akan menggerus kinerja ekonomi domestik dan menurunkan kualitas hidup masyarakat pada umumnya,” tulis CORE dalam laporannya.
Temuan CORE Indonesia mengindikasikan bahwa Lebaran 2025 tidak membawa berkah bagi konsumsi rumah tangga, sebagaimana yang terjadi di tahun-tahun sebelumnya. Dengan berbagai indikator yang menunjukkan pelemahan daya beli, penurunan konsumsi, serta melemahnya penjualan ritel, pemerintah diharapkan dapat segera mengambil langkah-langkah strategis untuk mendorong kembali pertumbuhan ekonomi dan menjaga kesejahteraan masyarakat.