Ikolom.Jakarta – Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri mengungkap praktik kejahatan yang dilakukan dua aplikasi pinjaman online (pinjol) ilegal yang telah menjerat dan meneror sekitar 400 korban. Dua warga negara asing diduga menjadi otak di balik operasi tersebut dan kini masuk daftar pencarian orang (DPO).
Wakil Direktur Tipikor Siber Bareskrim Polri, Kombes Andri Sudarmadi, menjelaskan bahwa kedua aplikasi tersebut beroperasi dengan nama Dompet Selebriti dan Pinjaman Lancar. Dalam operasi pengungkapan kasus, polisi menangkap tujuh orang yang terbagi dalam dua kelompok kerja.
“Dalam pengungkapan kasus ini, Dittipidsiber Bareskrim Polri berhasil mengamankan tujuh orang tersangka,” ujar Andri dalam konferensi pers di Jakarta Selatan, dikutip dari Inilah.com, Kamis (20/11/2025).
Keempat tersangka dari klaster penagihan utang yang berhasil diamankan yaitu NEL alias JO dan SB dari aplikasi Pinjaman Lancar, serta RP dan STK yang berperan sebagai penagih dan koordinator untuk Dompet Selebriti.
Sementara itu, tiga tersangka dari klaster pengelolaan pembayaran ditahan polisi, yakni IJ dari bagian keuangan PT Odeo Teknologi Indonesia, AB selaku manajer operasional, serta ADS yang bekerja sebagai layanan pelanggan.
Andri mengungkapkan bahwa penyidik juga menyita dana puluhan miliar rupiah terkait kegiatan pinjol tersebut.
“Hingga saat ini, penyidik telah melakukan pemblokiran dan penyertaan uang dari rekening di berbagai bank dengan total sebesar Rp 14.288.283.310,00 (14,2 miliar) terkait dengan operasional pinjol ilegal tersebut,” jelasnya.
Dua orang lainnya yang diduga sebagai pengembang aplikasi—berinisial LZ (Pinjaman Lancar) dan S (Dompet Selebriti)—masih diburu dan diduga kuat merupakan WNA yang terhubung dengan PT Odeo.
“Ada beberapa DPO yang tetap kita lakukan pencarian … atas nama LZ, lalu juga atas nama S, ini juga WNA. Dan tentunya ini ada hubungannya dengan PT Odeo … dan kita tidak berhenti di situ,” tegas Andri.
Kasus ini terungkap setelah seorang korban berinisial HFS melapor. Meski telah melunasi utangnya sejak November 2022, korban tetap menjadi sasaran teror, membuatnya mengalami kerugian hingga Rp 1,4 miliar.
“Meski telah lunas pada November 2022, saudara HFS mendapatkan ancaman melalui SMS, WhatsApp, serta medsos. Akibat teror ini, saudara HFS kembali melakukan pembayaran pinjol berkali-kali,” kata Andri.
Tindakan intimidasi semakin parah ketika keluarga korban ikut menjadi target.
“Teror ini kembali terjadi dan memuncak pada Juni 2025 … ancaman juga dikirimkan kepada saudara-saudara HFS, sehingga HFS malu dan mengalami gangguan psikologis,” imbuhnya.
Pelaku juga menggunakan cara-cara keji untuk mengintimidasi korban, termasuk mengirimkan materi pornografi yang telah dimanipulasi dengan wajah HFS.
“Pelaku juga mengirimkan foto wanita telanjang dan hanya menggunakan celana dalam yang dimanipulasi dengan foto wajah korban, yang foto itu dikirim kepada korban dan keluarganya,” papar Andri.
