Headlines

Batas Waktu 17+8 Tuntutan Rakyat: DPR Baru Penuhi Janji Parsial, Rakyat Masih Menunggu Reformasi Nyata

Ikolom.Jakarta – Hari ini Jumat (5/9/2025) menjadi tenggat penting bagi gerakan 17+8 Tuntutan Rakyat. Sepekan sebelumnya, tepatnya 29 Agustus, desakan tersebut telah disampaikan ke DPR RI. Sejumlah 17 tuntutan jangka pendek diberi batas hingga 5 September, sementara delapan tuntutan tambahan diberi tenggat hingga 31 Agustus 2026.

Gerakan ini lahir dari gelombang demonstrasi besar-besaran yang menuntut reformasi politik, hukum, hingga kesejahteraan buruh. Beberapa poin krusial dari 17 tuntutan di antaranya:

  1. Penarikan TNI dari ranah sipil
  2. Penghentian kriminalisasi demonstran
  3. Pembentukan tim investigasi independen atas kasus pelanggaran HAM
  4. Transparansi gaji dan tunjangan DPR
  5. Jaminan upah layak bagi pekerja

Respons DPR: Parsial dan Simbolis

Menjelang tenggat, DPR mulai merespons sebagian desakan publik. Beberapa fraksi antara lain Gerindra, PDIP, dan Golkar sepakat menghapus atau menunda sejumlah fasilitas dan tunjangan anggota DPR, termasuk rencana penyediaan rumah dinas baru. Perjalanan dinas ke luar negeri pun ditangguhkan sementara.

Ketua DPR RI Puan Maharani menyebut tuntutan lain akan dibahas dalam rapat paripurna. Namun, hingga hari ini, belum ada keputusan resmi terkait implementasi tuntutan strategis lainnya.

Catatan media dan kelompok masyarakat sipil menunjukkan: belum ada satu pun dari 17 tuntutan yang benar-benar terpenuhi sepenuhnya.

Situs resmi Rakyat Menuntut bahkan menegaskan, poin krusial seperti penarikan TNI dari ranah sipil, pembebasan tahanan aksi, maupun investigasi independen atas kasus Affan Kurniawan dan Umar Amarudin belum ditindaklanjuti.

Isu buruh mulai dari penghentian PHK massal hingga reformasi ketenagakerjaan juga masih sebatas wacana tanpa kebijakan konkret.

Latar Belakang: Dari Demonstrasi ke Tuntutan Kolektif

Gerakan 17+8 Tuntutan Rakyat menjadi sorotan nasional setelah resmi diserahkan kepada DPR pada Kamis, 4 September 2025.

Tuntutan ini lahir dari rangkuman desakan masyarakat sipil, serikat buruh, hingga petisi daring, dipelopori sejumlah aktivis dan figur publik seperti Jerome Polin, Andovi da Lopez, dan Fathia Izzati.

Dokumen tuntutan berjudul “Transparansi, Reformasi, Empati” itu melambangkan tanggal kemerdekaan 17 Agustus. Tuntutan diserahkan oleh kolektif 17+8 Indonesia Berbenah kepada Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Andre Rosiade serta anggota DPR Rieke Diah Pitaloka.

Gerakan ini lahir di tengah gelombang aksi yang merebak sejak 25–31 Agustus 2025. Pemicu utamanya: kenaikan tunjangan DPR, kekerasan aparat, hingga desakan upah layak bagi seluruh pekerja.

Insiden tragis meninggalnya pengemudi ojek online, Affan Kurniawan, akibat dilindas kendaraan taktis Brimob, menjadi simbol keresahan publik dan mempercepat lahirnya 17+8 Tuntutan Rakyat.

Isi Tuntutan: Dari Politik hingga Ekonomi

Tuntutan ini dibagi dalam dua kategori:

17 tuntutan jangka pendek (deadline 5 September 2025)

8 tuntutan jangka panjang (deadline 31 Agustus 2026)

Pihak yang disasar mencakup Presiden, DPR, TNI, Polri, ketua umum partai politik, dan kementerian ekonomi.

Beberapa poin utama:

Untuk DPR: pembekuan kenaikan gaji/tunjangan, pembatalan fasilitas baru termasuk pensiun, transparansi anggaran, serta pemeriksaan etik bagi anggota bermasalah.

Untuk partai politik: pemecatan kader DPR yang tidak etis, komitmen berpihak pada rakyat, serta dialog publik dengan masyarakat sipil.

Untuk Polri: pembebasan demonstran, penghentian kekerasan, serta kepatuhan pada SOP pengendalian massa.

Untuk TNI: kembali ke barak, menghentikan keterlibatan dalam pengamanan sipil, dan komitmen tidak masuk ruang sipil selama krisis demokrasi.

Untuk sektor ekonomi: pencegahan PHK massal, keseimbangan transfer APBN ke daerah, pembatalan rencana kenaikan pajak, pengesahan UU Perampasan Aset Koruptor, serta jaminan upah layak.

Tindak Lanjut Pemerintah dan DPR

Hingga kini, respons pemerintah dan DPR masih terbatas. Puan Maharani memimpin rapat dengan delapan pimpinan fraksi DPR, menghasilkan dua keputusan: penghentian tunjangan perumahan dan moratorium kunjungan luar negeri.

Andre Rosiade mengklaim beberapa poin sudah dipenuhi, seperti penangguhan perjalanan kerja ke luar negeri. Pemerintah juga menyebut telah membentuk tim investigasi dugaan kekerasan aparat.

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan bahwa pencegahan PHK massal sudah masuk agenda pemerintah, dengan janji terus membuka lapangan kerja.

Namun, masyarakat sipil menilai langkah-langkah tersebut masih jauh dari harapan rakyat. Gerakan ini menekankan bahwa tenggat 5 September adalah awal evaluasi, bukan akhir perjuangan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *