IKOLOM.NEWS, NASIONAL – Partai Buruh bersama Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengungkapkan telah menerima puluhan aduan dari buruh PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) terkait dugaan pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak dan tidak sesuai prosedur.
BACA JUGA: KPK Tetapkan Lima Tersangka Kasus Korupsi Bank BJB, Kerugian Negara Capai Rp222 Miliar
Presiden KSPI, Said Iqbal, menyatakan bahwa PHK terhadap puluhan ribu buruh Sritex diduga dilakukan secara tidak sah, lantaran tidak disertai surat PHK tertulis maupun surat pengalaman kerja (paklaring) sebagai bukti masa kerja.
“Dalam pengaduannya, para buruh tidak mendapatkan PHK tertulis dari pimpinan perusahaan dan tidak ada surat pengalaman kerja sebagai dasar perhitungan nilai pesangon, uang penghargaan masa kerja, THR, dan total JHT yang bisa diambil, serta bantuan JKP dari BPJS Ketenagakerjaan,” ujar Said seperti dikutip dari Fortune Indonesia, Rabu (12/3/2025).
Daftar Aduan Buruh Sritex
Berdasarkan laporan posko pengaduan KSPI dan Partai Buruh di depan pabrik Sritex Sukoharjo, para buruh mengungkapkan sejumlah persoalan, di antaranya:
- Tidak adanya kepastian hukum terkait PHK dan hak-hak buruh Sritex.
- Ketidakjelasan rencana pengembalian buruh Sritex ke tempat kerja.
- Hak THR yang belum ada kepastian pembayaran.
- Simpang siur dana koperasi karyawan.
- Hak JHT (Jaminan Hari Tua) karyawan yang tidak sesuai ketentuan.
KSPI-Partai Buruh Siap Gelar Aksi Nasional
Menindaklanjuti aduan tersebut, KSPI dan Partai Buruh Jawa Tengah berencana menggelar aksi unjuk rasa serentak di beberapa titik strategis, yakni:
- Kantor Kurator PT Sritex di Semarang
- Kantor Pusat PT Sritex di Sukoharjo
- Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) RI di Jakarta
Aksi tersebut akan dilaksanakan pada 20 Maret 2025, sebagai upaya mendesak penyelesaian hak-hak buruh.
Menurut Said, dalam aksi di Kemnaker, pihaknya juga akan mendaftarkan gugatan kasus PHK massal tersebut dan meminta Menteri Ketenagakerjaan Yassierli untuk membuat kesepakatan tertulis terkait pembayaran hak-hak buruh.
“Kesepakatan itu harus mengatur soal pesangon, uang penghargaan masa kerja, THR, uang pengganti cuti, dan hak-hak lainnya, yang wajib dibayar paling lambat H-7 Lebaran 2025,” tegas Said.
Penolakan Terhadap Kebijakan Menaker Soal THR
Lebih lanjut, Said menolak pernyataan Menaker Yassierli yang menyebutkan bahwa THR buruh Sritex hanya akan dibayarkan setelah penjualan aset perusahaan.
Menurutnya, hal itu bertentangan dengan ketentuan hukum, karena THR merupakan hak normatif buruh yang harus dibayarkan tanpa syarat.
“Pengusaha PT Sritex, termasuk Kurator, wajib membayar THR tanpa menunggu penjualan aset. Kalau perlu, aset pribadi pemilik perusahaan disita untuk membayar hak buruh, terutama aset yang likuid (uang tunai),” tegas Said.
Sebelumnya, Yassierli menyatakan bahwa pesangon, THR, dan hak-hak lainnya belum dapat dibayarkan lantaran menunggu proses penjualan aset Sritex yang kini tengah dalam proses pailit.
Namun, KSPI dan Partai Buruh menilai langkah tersebut tidak dapat dibenarkan dan mendesak pemerintah untuk segera mengambil langkah konkret melindungi hak-hak buruh Sritex yang kini terlantar tanpa kejelasan.