Cuitan Bahlil Soal Revisi UU Minerba Disahkan: ‘Ini adalah Jihad Konstitusi’

Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia. (Foto: Ist)

IKOLOM.NEWS, NASIONAL – Pemerintah resmi mengesahkan revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) yang diklaim sebagai upaya mengembalikan esensi Pasal 33 UUD 1945.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menyebut regulasi ini sebagai bentuk “jihad konstitusi” demi memastikan pengelolaan sumber daya alam berpihak kepada rakyat.

“Jadi ini adalah jihad konstitusi untuk mengembalikan roh, makna, substansi, dan tujuan dari Pasal 33 UUD 1945 di mana seluruh kekayaan negara—baik di darat, laut, maupun udara—harus dikuasai oleh negara dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat,” ujar Bahlil dalam Indonesia Economic Summit di Jakarta, Rabu (19/2/2025) mengutip Tempo.co.

BACA JUGA: Tegas Prabowo saat Melantik 961 Kepala Daerah: ‘Harus Berjuang untuk Rakyat’

Perubahan Mekanisme Pemberian Izin Tambang

Salah satu poin utama dalam revisi UU Minerba ini adalah perubahan mekanisme pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP). Jika sebelumnya WIUP harus melalui proses lelang, kini pemerintah memberikan prioritas kepada organisasi kemasyarakatan keagamaan, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), serta koperasi.

“Sekarang tidak mesti semuanya ditenderkan, tetapi ada pemberian prioritas. Prioritas ini akan ditujukan kepada organisasi-organisasi kemasyarakatan keagamaan, BUMD, BUMN, UMKM, dan Koperasi,” jelas Bahlil.

Menurutnya, kebijakan ini bertujuan untuk memberi kesempatan kepada masyarakat dalam mengelola sumber daya alam di daerah mereka, sesuai dengan arahan Presiden Prabowo Subianto. Tambang yang telah beroperasi tetap berjalan, namun porsi wilayah yang belum tergarap akan diberikan kepada masyarakat daerah guna mendorong pemerataan ekonomi.

“Supaya orang Jakarta dan orang daerah maju bersama-sama, supaya kuat, supaya gini ratio kita tidak terlalu melebar, terlalu banyak. Kita membutuhkan pengusaha-pengusaha baru yang kuat. Ini yang akan kita dorong sebagai bentuk pemerataan,” tambahnya.

Selain itu, pemerintah menekankan bahwa revisi ini akan memperkuat hilirisasi industri tambang, guna meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral sebelum diekspor.

“Kita tidak hanya menggali dan menjual mentah, tetapi harus ada nilai tambah yang diciptakan,” tegas Bahlil.

YLBHI Tolak Revisi UU Minerba

Di sisi lain, Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur, menegaskan bahwa pihaknya menolak pengesahan revisi UU Minerba. Ia menilai revisi ini hanya akan mempercepat perampasan tanah rakyat, memperburuk kerusakan lingkungan, dan mengkooptasi institusi pendidikan.

“Pengesahan revisi UU Minerba dilakukan secara tergesa-gesa dan tanpa partisipasi publik yang memadai. Proses pembahasannya tidak transparan dan minim kajian mendalam terkait dampak sosial, lingkungan, dan akademik. Hal ini kian mencerminkan watak pemerintahan yang lebih mengutamakan kepentingan bisnis daripada kepentingan rakyat,” tegasnya dalam keterangan resmi, Kamis (20/2/2025) seperti dikutip dari Tempo.

Dengan revisi UU Minerba ini, perdebatan mengenai dampaknya terhadap perekonomian dan lingkungan masih terus berlangsung. Pemerintah berkomitmen bahwa regulasi ini akan membawa kesejahteraan bagi rakyat, sementara sejumlah pihak, termasuk YLBHI, tetap menilai bahwa revisi ini lebih menguntungkan kepentingan bisnis dibanding kepentingan masyarakat luas.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *