IKOLOM.NEWS, NASIONAL – Pemerintah Indonesia merespons kritik Amerika Serikat (AS) terhadap sistem pembayaran domestik seperti QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) dan GPN (Gerbang Pembayaran Nasional), yang dinilai sebagai hambatan dalam hubungan dagang kedua negara.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menegaskan bahwa sistem pembayaran digital di Indonesia dirancang secara inklusif dan tidak diskriminatif terhadap pelaku internasional.
“Indonesia sebetulnya terbuka untuk operator luar negeri, termasuk Mastercard dan Visa,” ujar Airlangga dalam konferensi pers dari Washington D.C., Jumat (25/4/2025).
BACA JUGA:
Ancaman Tarif AS dan Manuver Indonesia: ‘Bola Panas’ di Tangan Trump
Ia menekankan bahwa kebijakan yang ada bukan bersifat protektif, melainkan bertujuan untuk menciptakan ekosistem yang adil (level playing field) bagi seluruh penyedia layanan pembayaran, baik domestik maupun asing.
Isu Sistem Pembayaran dalam Sorotan
Keluhan AS terhadap kebijakan QRIS dan GPN muncul dalam Laporan Perkiraan Perdagangan Nasional 2025 yang dirilis oleh Kantor Perwakilan Dagang AS (USTR). Dalam laporan tersebut, USTR mengkritik Peraturan Bank Indonesia Nomor 21 Tahun 2019 yang mewajibkan penggunaan QRIS untuk seluruh transaksi berbasis kode QR di Indonesia.
Selain itu, kebijakan BI pada Mei 2023 yang mewajibkan kartu kredit pemerintah diproses melalui GPN juga menjadi sorotan. AS menilai para pemangku kepentingan internasional kurang dilibatkan dalam proses pembentukan regulasi tersebut, sehingga menimbulkan kekhawatiran terhadap potensi hambatan perdagangan.
Butuh Klarifikasi dan Dialog
Menanggapi kritik tersebut, Airlangga menjelaskan bahwa tidak ada larangan bagi penyedia layanan asing untuk beroperasi di Indonesia. Menurutnya, isu ini lebih berkaitan dengan kurangnya pemahaman dan komunikasi antarotoritas.
“Ini sebenarnya bukan masalah kebijakan, tetapi lebih kepada penjelasan dan pemahaman,” katanya.
Airlangga menambahkan bahwa pemerintah Indonesia akan terus membuka ruang dialog dengan pihak AS untuk menjelaskan prinsip-prinsip transparansi dan keterbukaan yang selama ini diterapkan.
Isu sistem pembayaran ini menjadi salah satu poin penting dalam negosiasi dagang antara Indonesia dan AS, yang kini memasuki fase intensif di tengah ancaman tarif resiprokal dari pihak Washington.