IKOLOM.NEWS, NASIONAL– Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, menegaskan bahwa iuran peserta BPJS Kesehatan pada Juli 2025 belum dipastikan naik. Saat ini, keputusan resmi terkait rencana kenaikan tersebut masih dalam proses pembahasan.
Ali mengungkapkan, pihaknya masih merumuskan besaran kenaikan iuran yang akan disesuaikan dengan penerapan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS), paket manfaat, hingga tarif rumah sakit.
“Sekarang masih didiskusikan terus. Belum fix naik di bulan Juli 2025. Tapi kita berharap para pekerja tidak sampai berkurang manfaatnya,” kata Ali Ghufron, Kamis (24/4/2025) dikutip iNews.
BACA JUGA:
Pemakaman Paus Fransiskus di Basilika Santa Maria Maggiore: Sederhana dan Penuh Makna
Menurut regulasi, BPJS Kesehatan memang diperbolehkan melakukan penyesuaian tarif iuran setiap dua tahun sekali, seiring laju inflasi dan perkembangan ekonomi nasional. Namun, iuran BPJS Kesehatan belum mengalami kenaikan dalam lima tahun terakhir.
Ali juga mengingatkan pentingnya kepatuhan pelaku usaha dalam membayar iuran demi menjaga keberlanjutan operasional BPJS Kesehatan, khususnya untuk menghindari ancaman defisit.
Ia mendorong asosiasi pengusaha seperti Kadin untuk jujur dalam melaporkan data pekerja, termasuk penghasilan mereka sebagai dasar perhitungan iuran.
“Bagaimana antifraud, sistem untuk betul-betul jujur dan efisien di dalam penggunaan operasional dan pelayanan,” tambah Ali.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Kadin Indonesia, Anindya Bakrie, mengingatkan agar rencana kenaikan iuran mempertimbangkan kondisi ekonomi nasional dan beban yang ditanggung pelaku usaha. Menurutnya, saat ini dunia usaha tengah menghadapi tekanan berat, sehingga kenaikan iuran berpotensi menjadi beban tambahan.
Selain itu, Anindya juga menyoroti rencana penerapan KRIS yang akan memengaruhi kapasitas kamar rawat inap di rumah sakit. Dengan standar baru tersebut, rumah sakit perlu melakukan renovasi untuk menyesuaikan kapasitas kamar, yang tentunya akan memerlukan investasi baru (capex).
“Kita mengerti alasannya, tapi kita juga harus melihat keadaan ekonomi dan kemampuan perusahaan. Tapi yang paling penting adalah, mencegah daripada mengobati,” tutup Anindya.