DPRD Sulsel Desak Evaluasi Menyeluruh SPMB 2025, Soroti Ketidakadilan bagi Siswa Daerah 3T

DPRD Sulsel Desak Percepatan Perbaikan Jalan Hertasning DPRD Sulsel Desak Percepatan Perbaikan Jalan Hertasning. (Foto: ist)

IKOLOM.NEWS, SULSEL – Gelombang kritik terhadap pelaksanaan Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) tingkat SMA/SMK sederajat di Sulawesi Selatan (Sulsel) tahun 2025 terus menguat.

Kali ini, pimpinan DPRD Sulsel angkat bicara dan mendesak Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulsel melalui Dinas Pendidikan (Disdik) untuk segera melakukan evaluasi total terhadap sistem seleksi tersebut.

Ketua DPRD Sulsel, Andi Rachmatika Dewi, menyebut sistem seleksi yang diterapkan saat ini jauh dari substansi pendidikan. Ia menilai, sistem tersebut justru menghambat akses pendidikan bagi siswa yang berasal dari latar belakang dan daerah kurang beruntung.

“Sistem SPMB ini belum mencerminkan keadilan pendidikan. Pendidikan seharusnya menjadi alat untuk meningkatkan kualitas hidup, bukan menyisihkan potensi anak-anak kita,” ujar Cicu—sapaan akrab Andi Rachmatika Dewi—kepada wartawan, Selasa (3/6/2025).

BACA JUGA:


Mentan Pecat Dua Pegawai Terlibat Pungli Proyek Rp27 Miliar


Cicu menyoroti ketimpangan dalam pembagian kuota jalur seleksi. Jalur prestasi non-akademik seperti olahraga dan seni hanya diberikan porsi 2,5 persen, sedangkan jalur akademik mencapai 20 persen. Ia menilai kebijakan tersebut merugikan siswa berbakat di bidang non-akademik dan siswa dari wilayah tertinggal, terluar, dan terdepan (3T).

“Daerah 3T masih mengalami keterbatasan sarana dan kualitas guru. Tapi sistem seleksi kita tidak memberikan penyesuaian, seolah-olah semuanya punya peluang dan kondisi yang sama,” tegasnya.

Selain itu, Cicu juga mengkritik kebijakan terkait sekolah non-akreditasi yang hanya diberi bobot 25 persen dalam penilaian. Hal ini, menurutnya, membuat siswa dari sekolah-sekolah tersebut semakin sulit bersaing secara adil.

Lebih jauh, Ketua Partai NasDem Makassar ini juga mempertanyakan kebijakan baru Pemprov Sulsel mengenai pembentukan sekolah unggulan di setiap kabupaten/kota. Ia menilai program tersebut diluncurkan secara tergesa-gesa dan tanpa sosialisasi yang memadai.

“Program sekolah unggulan ini terkesan terburu-buru dan mendadak. Tidak ada sosialisasi yang memadai, orang tua dan siswa jadi bingung dan tidak punya cukup waktu untuk mempersiapkan diri,” jelasnya.

Cicu pun meminta Pemprov Sulsel untuk tidak hanya merevisi sistem, tetapi juga memperbaiki pola komunikasi dan pelibatan publik dalam setiap kebijakan pendidikan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *