IKOLOM.NEWS, INTERNASIONAL – Istilah ekonomi perang semakin sering digunakan dalam konteks konflik global saat ini. Meski tidak memiliki definisi resmi, konsep ini mengacu pada bagaimana suatu negara mengalokasikan sumber daya, industri, dan tenaga kerja untuk mendukung produksi militer baik dalam persiapan maupun selama masa perang.
BACA JUGA:
Pasca Pengesahan Revisi UU TNI, CSIS Sebut Banyak Tumpang Tindih Kewenangan
Salah satu perubahan utama dalam ekonomi perang adalah pergeseran produksi industri dari barang konsumsi ke perlengkapan militer seperti senjata, amunisi, dan teknologi pertahanan. Selain itu, pemerintah biasanya akan meningkatkan kontrol terhadap industri strategis dan mengatur distribusi sumber daya seperti bahan bakar dan makanan demi kepentingan militer.
Menurut Penny Naas dari German Marshall Fund di Washington, senjata modern juga membutuhkan investasi besar dalam teknologi digital, analitik data, serta sistem komunikasi dan satelit yang andal.
Siapa yang Diuntungkan?
Ekonomi perang sering kali meningkatkan belanja pemerintah secara drastis, yang dapat menyebabkan lonjakan inflasi, kenaikan pajak, dan pemotongan anggaran di sektor lain.
Armin Steinbach, peneliti di Bruegel dan profesor di HEC Paris, menilai bahwa perusahaan yang bergerak di bidang produksi militer, teknologi digital, intelijen, farmasi, dan teknologi medis menjadi pihak yang paling diuntungkan.
“Transisi ke ekonomi perang dapat mempercepat kemajuan ilmiah dan teknologi. Sistem komunikasi baru, radar, mesin jet, dan teknologi intelijen berkembang pesat, dan inovasi ini juga berdampak pada sektor industri lainnya,” ujar Steinbach.
Transisi ke Ekonomi Perang
Perubahan dari ekonomi sipil ke ekonomi perang bisa terjadi secara cepat atau bertahap, tergantung pada situasi masing-masing negara.
Misalnya, selama Perang Dunia II, Jerman telah merencanakan perang lebih awal, sehingga mereka bisa melakukan persiapan industri lebih cepat dibandingkan sekutu seperti Amerika Serikat dan Inggris yang harus merespons dalam waktu singkat.
Saat ini, Rusia dan Ukraina menghadapi situasi serupa. Rusia telah meningkatkan anggaran militernya, mempercepat produksi perlengkapan perang, dan menerapkan kontrol modal untuk mencegah arus keluar dana. Inflasi melonjak, tetapi pemerintah terus menggelontorkan belanja publik untuk menjaga stabilitas ekonomi.
Sementara itu, Ukraina berada dalam posisi yang lebih sulit. Dengan 58% anggaran negaranya dialokasikan untuk pertahanan, negara ini harus mengonversi banyak pabrik untuk memproduksi senjata dan amunisi serta mengerahkan lebih banyak tenaga kerja ke sektor militer.
Negara-Negara yang Menerapkan Ekonomi Perang
Selain Rusia dan Ukraina, beberapa negara lain juga menerapkan ekonomi perang akibat konflik berkepanjangan, di antaranya Myanmar, Sudan, dan Yaman.
Konflik di Israel dan wilayah Palestina, serta di Suriah, Ethiopia, dan Eritrea, telah mengakibatkan gangguan ekonomi karena pemerintah lebih memprioritaskan belanja militer.
Israel, misalnya, telah meningkatkan anggaran pertahanannya dan mempercepat produksi peralatan militer. Pemerintah juga menaikkan pajak dan tarif utilitas untuk membiayai upaya perang.
Uni Eropa dan Kesiapan Pertahanan
Di Eropa, perang di Ukraina mendorong negara-negara Uni Eropa untuk memperkuat pertahanan mereka, terutama setelah berkurangnya dukungan dari Amerika Serikat terhadap NATO.
Sebelumnya, banyak negara Eropa kesulitan memenuhi target pengeluaran pertahanan NATO sebesar 2% dari PDB. Namun, dengan meningkatnya ancaman keamanan, angka tersebut kini dianggap belum cukup.
Jerman baru-baru ini mengambil langkah besar dengan mengubah aturan anggarannya pada 21 Maret 2025. Keputusan ini memungkinkan pemerintah meningkatkan belanja pertahanan tanpa dibatasi oleh aturan defisit fiskal, sebuah langkah yang dapat mengubah kebijakan keamanan di seluruh Eropa.
Menurut Penny Naas, selain peningkatan anggaran, Uni Eropa juga perlu memperkuat koordinasi antarnegara untuk mengatasi kesenjangan militer, termasuk melalui pengadaan bersama dan integrasi penelitian serta pengembangan teknologi pertahanan.
“Eropa memiliki sumber daya keuangan dan industri manufaktur yang kuat, tetapi implementasi peningkatan kemampuan militer masih dalam tahap awal,” ujar Naas.
Seiring dengan meningkatnya ketegangan geopolitik, tren ekonomi perang tampaknya akan semakin berpengaruh terhadap kebijakan ekonomi dan keamanan global di masa mendatang.