Headlines

Gelombang Aksi Massa: Dari Simbol Bangkai Tikus hingga Pelemparan Kotoran Sapi

Ikolom.Jakarta – Sejak 25 Agustus 2025, aksi massa berlangsung serentak di berbagai daerah di Indonesia. Gelombang protes ini lahir dari akumulasi kekecewaan publik terhadap berbagai persoalan struktural, mulai dari kebijakan yang kontroversial hingga tragedi yang memicu kemarahan masyarakat.

Isu yang paling banyak disorot antara lain besarnya gaji dan tunjangan anggota DPR RI, kebijakan kenaikan pajak, maraknya PHK, serta praktik outsourcing. Situasi semakin memanas setelah peristiwa meninggalnya Affan Kurniawan, seorang driver ojek online yang terlindas kendaraan taktis Brimob. Mengutip dari Tribunnews.com

Meski penuh ketegangan, beberapa aksi juga diwarnai dengan kejadian unik hingga simbolik.

Kericuhan di Mapolda Jateng

Pada Kamis (28/8/2025), ribuan massa menggelar aksi di Markas Polda Jawa Tengah, Semarang. Situasi awal relatif terkendali, namun kericuhan pecah setelah seorang anak kecil berseragam cokelat mirip Pramuka melempar bangkai tikus ke arah aparat.

Menurut Ketua Dewan Mahasiswa (Dema) UIN Walisongo Semarang, Muhammad Mu’tasim B, tindakan tersebut menjadi pemicu bentrokan.

“Ada anak kecil membuka tasnya dan dia persis di samping saya. Anak itu membawa bangkai tikus dan dilempar,” ujarnya.

“Itu seperti sebuah kode. Baru kemudian hujan batu,” tambahnya.

Mu’tasim menegaskan sebelum insiden itu, aksi masih berlangsung damai. “Kalaupun ada pelemparan, hanya berupa air mineral,” katanya.

Setelah kejadian tersebut, massa mulai melakukan pelemparan batu hingga bom molotov. Aparat membalas dengan water cannon dan gas air mata untuk membubarkan kerumunan.

Tikus sebagai Simbol di Sumut

Aksi dengan simbol serupa juga terjadi di Medan, Sumatera Utara, Selasa (26/8/2025). Ratusan mahasiswa dari BEM Universitas Sumatera Utara mendatangi gedung DPRD Sumut sambil membawa kardus berisi tikus yang ditempeli stiker partai politik dengan tulisan “Tikus Kantor.”

Pimpinan aksi, Aria, menyoroti ketimpangan kesejahteraan antara rakyat dan wakil rakyat.

“Sementara rakyat banyak yang lapar, masih memikirkan uang sekolah anak-anaknya. Banyak mahasiswa yang belum bisa membayar uang kuliah tunggal,” ucapnya.

“Tapi hari ini, anggota DPR mempermewah diri sendiri. Apakah mereka layak disebut DPR? Maka kita yang turun ke jalan hari ini harus menyuarakan suara rakyat,” lanjutnya.

Situasi di lokasi sempat memanas setelah massa membakar ban dan terlibat saling dorong dengan aparat.

Pelemparan Kotoran Sapi di Semarang

Aksi simbolik lain terjadi pada Selasa (18/2/2025), ketika ribuan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Kota Semarang ‘Semarang Menggugat’ melemparkan kotoran sapi di halaman Kantor Gubernur Jawa Tengah.

Menurut Ketua BEM Undip, Aufa Atha Ariq, tindakan itu merupakan bentuk protes terhadap Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 mengenai efisiensi anggaran.

“Ini sebagai simbolis bahwa tahi dan ampas bakaran pamflet dan banner MMT ini merupakan kebijakan pemerintah,” ungkap Ariq.

Selain itu, massa juga membakar poster serta menampilkan berbagai spanduk bernada kritik, salah satunya bertuliskan ‘Efisienshit, pangkas anggarannya, bunuh rakyatnya’.

Ariq menegaskan aksi tersebut merupakan bentuk evaluasi dan akumulasi kekecewaan mahasiswa atas kebijakan pemerintah. Ia menyebut pemangkasan anggaran pendidikan hingga isu kelangkaan elpiji subsidi sebagai alasan utama mahasiswa turun ke jalan.

“Kemarin disampaikan kalau anggaran pendidikan ini masih juga dipangkas untuk dana-dana yang berdampak pada UKT dan juga SPI. Sehingga kita hari ini menggugat dan juga menegaskan kepada pemerintah agar kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah itu jangan sampai plin-plan,” katanya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *