Headlines

“Generasi Sandwich”: Terjepit, Tapi Tak Pernah Menjerit

IKOLOM.NEWS, OPINI – Di tengah arus zaman yang melaju cepat, sebagian besar masyarakat berada dalam posisi serba tanggung. Tak terlalu miskin, tapi juga belum cukup makmur. Mereka inilah yang sering disebut sebagai kelas menengah—kaum yang kerap terjepit, antara tuntutan ekonomi dan tekanan sosial. Dari sanalah lahir istilah: generasi sandwich.

BACA JUGA:


Presiden Prabowo Temui PM Malaysia Anwar Ibrahim di Kuala Lumpur Malam Ini


Bukan karena urutan waktu mereka disebut generasi, melainkan karena kondisi sosial dan ekonomi yang mengimpit dari dua sisi: harus menanggung hidup orang tua yang sudah tidak produktif, sekaligus memikul tanggung jawab membesarkan anak-anak yang masa depannya masih panjang. Tak jarang, mereka bahkan mewarisi utang dari generasi sebelumnya, dan tetap dituntut menjamin masa depan generasi selanjutnya.

“Ngempet” menjadi gaya hidup. Sebuah keterampilan bertahan hidup yang tidak diajarkan di sekolah mana pun. Ingin membeli baju baru? Tahan dulu. Dompet sobek? Masih bisa dipakai. Motor rusak? Nanti saja servisnya. Semua demi prioritas yang lebih besar: kebahagiaan orang tua, anak, dan keluarga.

Mereka tidak meminta banyak. Tak bermimpi muluk-muluk untuk punya rumah mewah atau mobil sport. Cukup jika anak-anak bisa sekolah dengan layak, orang tua tidak kekurangan, dan dapur tetap mengepul. Di balik itu semua, ada pengorbanan yang tak terlihat, keringat yang tak dihitung, dan lelah yang tak sempat diungkapkan.

Meski kerap tak punya waktu untuk diri sendiri, mereka tetap mencari cara sederhana untuk melepas penat. Duduk sebentar sambil menatap langit, berkendara tanpa tujuan, menonton pertandingan bola, atau sekadar menonton komedi—itulah refreshing ala generasi sandwich. Murah, bahkan sering kali gratis.

Keterbatasan yang ada membentuk karakter mereka. Tangguh, hemat, dan penuh rasa tanggung jawab. Kebahagiaan tak lagi soal barang mewah, tapi cukup melihat senyum orang-orang yang mereka cintai. Bahagia bisa sederhana, walau hidup terasa rumit.

Mereka tidak menjerit, karena tahu menjerit pun tak mengubah keadaan. Mereka memilih bertahan, dalam diam, dalam doa, dan dalam harapan. Suatu hari nanti, jepitan ini akan mengendur. Asal mereka terus melangkah, tanpa menambah beban baru.

Untuk mereka yang hari ini masih bertahan, masih menahan, masih “ngempet”, ketahuilah—kalian adalah daging dalam roti keluarga. Kalian yang memberi rasa, yang menjaga bentuk, dan membuat semua tetap utuh. Semangat terus, generasi sandwich. Dunia memang belum berpihak, tapi kalian tidak sendiri. (*)

 

Ikolom.news

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *