IKOLOM.NEWS, NASIONAL – Pemerintah Indonesia akan mengalihkan sebagian ekspor dari Amerika Serikat (AS) ke kawasan Eropa, Australia, dan Amerika Latin untuk mengurangi dampak dari kebijakan tarif dagang tinggi yang diberlakukan oleh pemerintahan Presiden AS Donald Trump.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyatakan bahwa langkah diversifikasi tujuan ekspor ini diambil sebagai respons atas peningkatan tarif yang dikenakan terhadap barang-barang Indonesia oleh AS.
“Ekspor kita itu 10 persen ke Amerika, sehingga tentu kita berbicara dengan mitra lain. Salah satunya tentu kita bisa meningkatkan ke EU (Uni Eropa),” kata Airlangga dalam konferensi pers dari Amerika Serikat, Jumat (18/4/2025) pagi WIB.
BACA JUGA:
Unhas Segera Operasikan Bank di Kampus, Jadi yang Pertama di Kawasan Timur Indonesia
Sebagai bagian dari upaya ini, pemerintah tengah mempercepat penyelesaian Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Uni Eropa (IEU CEPA) agar kerja sama dagang dengan Eropa bisa segera terealisasi secara lebih luas.
Selain Uni Eropa, Indonesia juga memperluas pasar ekspor ke sejumlah negara baru, termasuk Meksiko, Australia, dan negara-negara Amerika Latin.
Airlangga menyebut Australia telah menyatakan kesediaannya untuk meningkatkan penyerapan produk-produk Indonesia.
“Kemarin dalam pembicaraan dengan Menteri Perdagangan Australia, Australia juga menyanggupi untuk menyerap produk Indonesia lebih besar,” ujarnya.
Sebelumnya, Indonesia dikenakan tarif tambahan sebesar 32 persen oleh pemerintahan Trump.
Tarif ini berlaku di luar tarif umum sebesar 10 persen yang dikenakan kepada seluruh negara, serta beberapa tarif lainnya yang sudah lebih dulu diberlakukan atas barang dari Indonesia.
Meskipun Presiden Trump menangguhkan penerapan tarif baru tersebut selama 90 hari, Airlangga memperingatkan bahwa tanpa adanya perubahan dari kebijakan AS, total beban tarif yang harus ditanggung Indonesia bisa mencapai hingga 47 persen.
Langkah diversifikasi ini dinilai penting untuk menjaga stabilitas ekspor nasional dan mencegah terjadinya tekanan besar pada neraca perdagangan akibat kebijakan proteksionisme AS.