Ikolom.Bone – Aksi unjuk rasa yang digelar oleh HMI Cabang Bone pada 12 Agustus 2025 mencerminkan keresahan nyata masyarakat terhadap kebijakan fiskal yang dianggap tidak partisipatif dan minim transparansi.
Kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) ini tidak hanya diprotes karena besarnya nilai, tetapi karena proses pengambilan keputusannya yang dinilai cacat prosedur dan mengabaikan prinsip good governance.
“Ini sudah sewenang – wenang, tanpa kajian dasar, tanpa sosialisasi tiba-tiba pajak dinaikkan. Banyak, masyarakat yang mengeluh, bahkan mereka kaget. Pemda bone kok gitu, “tegas arfah selaku jenderal lapangan (jendlap) dalam orasinya
“Sudah berapa kali kami aksi, kami tak pernah ketemu bupati, bahkan di RDPU pun tak pernah. Selalu di luar bone. Memangnya bupati mana sih”? Ujarnya.
Kekesalan mahasiswa juga diarahkan langsung kepada bupati yang dianggap tidak hadir secara fisik maupun kebijakan di tengah rakyatnya. Ketidakhadiran kepala daerah dalam forum-forum aspirasi publik seperti RDPU menambah jarak antara rakyat dan pemimpinnya.
Sementara, ketua DPRD Bone, andi tenri walinonong yang menerima massa aksi tersebut mengaku kaget dengan kenaikan PBB-P2 tersebut.
“Saya baru tahu kenaikan pajak itu dari media. Padahal masih dirapatkan di panitia khusus (pansus),” uangkapnya.
Ketidaksinkronan antara eksekutif dan legislatif terlihat jelas. Ketua DPRD Bone sendiri mengaku tidak tahu-menahu soal kenaikan ini, menunjukkan lemahnya koordinasi internal pemerintah daerah. Hal ini memunculkan pertanyaan serius tentang siapa yang sebenarnya menginisiasi kenaikan pajak tanpa persetujuan legislatif, yang semestinya memegang kontrol terhadap kebijakan fiskal daerah.
Kenaikan PBB-P2 di Bone bukan hanya soal angka, tapi soal legitimasi dan akuntabilitas. Ketika pajak naik tanpa sosialisasi, tanpa dasar hukum yang jelas, dan tanpa hadirnya pemimpin dalam ruang dialog, maka wajar jika rakyat melawan.
Pemerintah daerah perlu segera membuka ruang evaluasi kebijakan, melibatkan publik, dan mengedepankan keadilan fiskal—terutama bagi kelompok rentan.
Adapun poin tuntutan HMI Cabang bone sebagai berikut;
1. Menuntut DPRD Kabupaten Bone menjalankan fungsi pengawasan secara maksimal;
2. Mendesak DPRD Kabupaten bone untuk mengeluarkan rekomendasi resmi kepada bupati bone terkait pembatalan atau penundaan kenaikan PBB-P2;
3. Membatalkan kenaikan PBB-P2 tahun berjalan karena tidak memenuhi asas legalitas waktu penetapan (1 januari);
4. Meminta pemda kabupaten bone untuk melakukan kajian ulang terhadap dasar perhitungan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dan tarif PBB-P2;
5. Menuntut adanya skema keringanan atau pembiayan PBB-P2 bagi kelompok rentan seperti lansia, petani kecil, nelayan, dan masyarakat rendah.