IKOLOM.NEWS, NASIONAL – Indonesia resmi menjadi anggota penuh forum ekonomi yang digawangi Rusia-China, BRICS, pada Senin (6/1).
Status Indonesia sebagai anggota tetap BRICS disampaikan pemerintah Brasil dalam rilis resmi. Mereka mengatakan seluruh anggota menyetujui konsesi negara Asia Tenggara ini ke blok tersebut.
Indonesia memang menyampaikan ketertarikan untuk bergabung ke forum ekonomi itu saat hadir di pertemuan puncak BRICS di Rusia pada Oktober 2024.
Sejumlah pakar punya pandangan masing-masing. Beberapa menilai RI bisa lebih punya daya tawar di kancah global, yang lain menilai tak ada kepastian manfaat bergabung di BRICS.
Dilansir dari CNN Indonesia, Pengamat hubungan internasional dari Universitas Airlangga Radityo Dharmaputra menilai Indonesia tak mendapat dampak positif setelah bergabung dengan BRICS.
“Dengan bergabung sebagai anggota penuh, kita akan terlihat sebagai bagian dari poros China-Rusia (bukan Global South),” kata Radityo di unggahan X, Selasa (7/1/2025).
Dia lalu berujar, “Kita terjebak dalam kelompok ini tanpa kepastian manfaatnya.”
AS Cs bakal embargo RI?
Tak hanya Radityo, Pengamat hubungan internasional lain sekaligus pengajar di Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) Universitas Indonesia, Sya’roni Rofii, mengatakan kecil kemungkinan negara-negara Barat bakal mengembargo Indonesia gegara gabung BRICS.
“Untuk mencapai tahap embargo saya kira peluangnya sangat kecil,” kata Sya’roni.
Penilaian dia merujuk ke kebijakan AS yang punya skema CAATSA untuk menerapkan embargo ke suatu negara.
CAATSA atau Countering America’s Adversaries Trough Sanctions Act merupakan undang-undang federal AS yang disahkan pada 2017 untuk melawan agresi Iran, Rusia, dan Korea Utara melalui tindakan hukuman.
Sya’roni lalu mengambil contoh India dan Afrika Selatan yang menjadi anggota tetap BRICS tapi tak dikenai embargo atau sanksi apapun dari AS.
“Kurang lebih posisi Indonesia sama dengan India atau Afrika Selatan. AS tidak mungkin menghukum semua anggota BRICS tanpa alasan,” ungkap dia.
Selain itu BRICS, lanjut Sya’roni, berdiri sebagai organisasi politik ekonomi yang memiliki statuta dan setara dengan organisasi internasional lain.
Trump, di mata Sya’roni, kerap menggunakan instrumen perang dagang untuk menekan negara yang tak sejalan dengan kebijakan Amerika Serikat.
Jika perang dagang AS-China betul-betul terjadi Indonesia akan terdampak secara ekonomi.
Beberapa di antaranya capital outflow atau arus modal asing keluar besar-besaran akan terjadi di negara emerging market termasuk Indonesia.
Belum lagi jika China ikut membalas kebijakan Trump maka Indonesia akan terdampak dari sisi ekspor. China merupakan mitra dagang Utama Indonesia.
Selain itu, Indonesia juga bisa kebanjiran produk ekspor China dan hal ini akan mematikan industri manufaktur dalam negeri.
Tak cuma soal tarif impor, Trump juga sempat mengancam akan menerapkan tarif 100 persen ke anggota BRICS jika membuat mata uang sendiri.
Sebelumnya beredar rumor BRICS akan membuat mata uang sendiri. Namun, Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Sergei Tolchenov, pada Oktober 2024, mengatakan Presiden Vladimir Putin belum berencana membuat mata uang khusus untuk anggota forum ekonomi ini.
Tolchenov menyebut saat ini seluruh anggota BRICS masih menggunakan mata uang nasional atau dolar Amerika Serikat saat melakukan aktivitas ekonomi dengan sesama member.