IKOLOM.NEWS, NASIONAL – Jaksa Agung ST Burhanuddin membuka kemungkinan menjatuhkan hukuman mati bagi tersangka kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina Subholding serta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada periode 2018-2023. Namun, keputusan tersebut masih menunggu hasil penyelidikan lebih lanjut.
BACA JUGA: Penetapan 1 Syawal 2025: Muhammadiyah Tetapkan 31 Maret, NU Tunggu Rukyat Hilal
“Apakah ada hal-hal yang memberatkan dalam situasi COVID-19, dia (tersangka) melakukan perbuatan itu, dan tentunya ancaman hukumannya akan lebih berat,” ujar Burhanuddin.
Ia menegaskan bahwa dalam kondisi tertentu, hukuman mati bisa saja dijatuhkan kepada tersangka. “Bahkan dalam kondisi yang demikian bisa-bisa hukuman mati. Tapi kita akan lihat dulu bagaimana hasil penyelidikan ini,” tambahnya.
Pakar Hukum: Hukuman Mati Tak Cukup, Sistem Harus Diperbaiki
Menanggapi wacana tersebut, pakar hukum Prof. Dr. Henry Indraguna, SH, MH, menilai bahwa persoalan korupsi bukan hanya terletak pada lemahnya pelaksanaan aturan, tetapi juga pada desain sistem yang kerap dimanipulasi oleh politisi korup dan kekuatan finansial oligarki.
“Hukuman mati, misalnya untuk penegak hukum, mungkin memberi efek jera sementara. Akan tetapi jika tanpa perbaikan sistem, korupsi akan terus berulang,” kata Henry Indraguna.
Kasus dugaan korupsi ini menjadi perhatian publik, mengingat dampaknya terhadap perekonomian negara dan tata kelola energi nasional. Proses penyelidikan yang dilakukan Kejaksaan Agung masih berjalan, dan publik menantikan apakah hukuman berat, termasuk hukuman mati, akan benar-benar diterapkan dalam kasus ini.