Junta Myanmar dan Oposisi Isyaratkan Perpanjangan Gencatan Senjata Demi Akses Bantuan Kemanusiaan

IKOLOM.NEWS, INTERNASIONAL – Junta militer Myanmar dan kelompok oposisi utama, Pemerintah Persatuan Nasional (NUG), mengisyaratkan akan memperpanjang gencatan senjata demi memprioritaskan penyaluran bantuan kemanusiaan pasca gempa dahsyat yang melanda akhir Maret lalu.

Gempa tersebut telah merenggut lebih dari 3.600 nyawa dan menyebabkan krisis kemanusiaan yang meluas.

BACA JUGA:


Kementan Percepat Pembangunan Pertanian di Sulsel, Targetkan Optimalisasi 76 Ribu Hektar Lahan


Pernyataan ini disampaikan oleh Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim, yang juga menjabat sebagai Ketua ASEAN, usai pertemuan tingkat tinggi di Bangkok pada Jumat (18/4). Dalam pertemuan tersebut, Anwar menggelar pembicaraan langsung dengan pemimpin junta Myanmar, Jenderal Min Aung Hlaing, serta perwakilan dari NUG.

“Akan ada gencatan senjata dan tidak ada provokasi yang tidak perlu, karena jika tidak, seluruh upaya kemanusiaan akan gagal,” ujar Anwar kepada wartawan.

Ia menyebutkan bahwa hasil pembicaraan awal dengan kedua pihak sangat positif.

Sejak kudeta militer pada 2021 yang menggulingkan pemerintah terpilih, Myanmar dilanda konflik berkepanjangan yang menyebabkan lebih dari 3,5 juta orang mengungsi dan menghancurkan perekonomian negara itu.

Menyusul gempa besar pada Maret lalu, junta mengumumkan gencatan senjata 20 hari pada 2 April 2025, disusul langkah serupa dari NUG.

Meski demikian, laporan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa dan sejumlah organisasi independen menyebutkan bahwa junta masih melanjutkan operasi militer di beberapa wilayah, termasuk serangan udara.

Anwar menegaskan bahwa ASEAN akan terus mendorong dialog dan memastikan bantuan kemanusiaan menjangkau semua wilayah terdampak, tanpa memandang siapa yang mengendalikan daerah tersebut.

“ASEAN, dalam perannya sebagai badan regional, harus melibatkan semua aktor dalam situasi Myanmar,” kata juru bicara NUG kepada Reuters.

Pendekatan baru yang diusung Anwar ini sejalan dengan langkah diplomasi Thailand yang menekankan perlunya penghentian konflik agar distribusi bantuan bisa efektif. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Thailand menyebut inisiatif ini sebagai “langkah awal yang positif.”

Di tengah upaya perdamaian, junta militer Myanmar juga berencana menggelar pemilu pada Desember mendatang.

Namun banyak pihak, termasuk para pengamat, menilai rencana ini sebagai upaya mempertahankan kekuasaan militer melalui jalur politik.

Anwar menekankan pentingnya penyelenggaraan pemilu yang inklusif, bebas, dan adil. Pesan tersebut telah disampaikannya langsung kepada junta.

Sementara itu, sejumlah kelompok etnis bersenjata di Myanmar, seperti Karen National Union, meminta ASEAN untuk lebih inklusif dengan mengakui peran mereka dalam proses perdamaian.

“Para pemimpin ASEAN harus memberikan penghargaan dan mengakui kami,” ujar Saw Taw Nee, juru bicara kelompok tersebut.

Namun demikian, para analis politik memperingatkan agar ASEAN tetap waspada dalam menghadapi junta.

“Min Aung Hlaing telah menunjukkan bahwa ia tidak dapat dipercaya. ASEAN di bawah kepemimpinan Anwar harus berhati-hati agar tidak tertipu,” kata Thitinan Pongsudhirak, pengamat politik dari Universitas Chulalongkorn.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *