Ikolom.JawaBarat – Program Gerakan Rereongan Sapoe Sarebu (Poe Ibu) yang digagas oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi (KDM), memunculkan beragam tanggapan publik, termasuk kritik tajam dari sejumlah kalangan.
Salah satu yang menyoroti kebijakan tersebut adalah presenter Metro TV, Valentinus Resa, yang secara terbuka menyampaikan kritiknya dalam salah satu program siaran televisi nasional.
Dalam surat edaran bernomor 149/PMD.03.04/KESRA tertanggal 1 Oktober 2025, Dedi Mulyadi mengimbau aparatur sipil negara (ASN) serta masyarakat Jawa Barat untuk berdonasi Rp1.000 per hari. Dana tersebut disebutkan akan digunakan untuk membantu sektor pendidikan dan kesehatan di daerah.
Namun, Valentinus Resa menilai kebijakan itu justru menunjukkan lemahnya peran pemerintah dalam menjalankan tanggung jawabnya terhadap masyarakat.
“Negara kan sudah punya anggaran yang berasal dari pajak rakyat. Jadi kenapa urusan pendidikan dan kesehatan, yang seharusnya menjadi tanggung jawab negara, malah diserahkan lagi ke rakyat?” ujarnya dalam tayangan Metro TV, Minggu (12/10/2025). Seperti yang Dilansir dari laman berita pintasan.co
Program Rereongan Sapoe Sarebu sendiri dimaksudkan sebagai gerakan sosial berbasis gotong royong, di mana partisipasi masyarakat menjadi kunci untuk memperkuat solidaritas dan kepedulian sosial.
Namun, kritik publik menyoroti bahwa inisiatif tersebut berpotensi mengaburkan fungsi negara dalam menyediakan layanan dasar bagi warganya.
Hingga saat ini, pihak Pemerintah Provinsi Jawa Barat belum memberikan tanggapan resmi atas kritik yang berkembang terkait kebijakan tersebut.
Program Gerakan Rereongan Sapoe Sarebu (Poe Ibu) sejatinya mengusung semangat kearifan lokal Sunda, yakni rereongan atau gotong royong dalam membantu sesama.
Namun, meski memiliki niat baik, implementasinya memunculkan dilema antara inisiatif sosial dan kewajiban negara.
Di satu sisi, gerakan ini bisa memperkuat solidaritas masyarakat serta membangun kepedulian kolektif terhadap isu pendidikan dan kesehatan.
Namun di sisi lain, kebijakan tersebut juga menimbulkan pertanyaan tentang efektivitas pengelolaan anggaran pemerintah dan potensi beban ganda bagi masyarakat yang sudah berkontribusi melalui pajak.
Ke depan, transparansi pengelolaan dana dan kejelasan batas peran antara negara serta masyarakat menjadi hal penting agar program ini tidak sekadar menjadi simbol solidaritas, tetapi juga tetap selaras dengan prinsip tanggung jawab negara terhadap kesejahteraan rakyat.