Ikolom.News – Komisioner Kompolnas, Mohammad Choirul Anam atau Cak Anam, menegaskan bahwa aturan perundang-undangan pada dasarnya membatasi penempatan polisi aktif di jabatan sipil apabila tugas tersebut tidak memiliki keterkaitan dengan fungsi kepolisian.
“Menurut undang-undang kepolisian, hal itu memang tidak diperbolehkan jika tidak ada relevansinya,” ujar Cak Anam kepada Kompas.com, Sabtu (15/11/2025).
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) resmi melarang anggota Polri mengisi jabatan sipil tanpa terlebih dahulu mengundurkan diri atau pensiun.
Putusan perkara nomor 114/PUU-XXIII/2025 itu menegaskan bahwa penempatan anggota Polri pada posisi di luar fungsi kepolisian tidak lagi bisa dilakukan hanya dengan persetujuan Kapolri.
Keputusan ini menjadi perhatian karena banyaknya perwira tinggi Polri yang saat ini masih menduduki berbagai posisi strategis di kementerian dan lembaga negara.
Meski begitu, Cak Anam menjelaskan bahwa penugasan polisi aktif tetap dimungkinkan jika jabatan tersebut memiliki hubungan langsung dengan tugas penegakan hukum.
“Kalau benar-benar berkaitan, itu diperbolehkan. Ada aturannya dalam undang-undang ASN dan diatur lebih lanjut di PP,” jelasnya. Dilansir dari laman berita pintasan.co
Yang dimaksud “berkaitan” adalah posisi-posisi yang membutuhkan keahlian khusus kepolisian, seperti di BNN, BNPT, KPK, atau lembaga lain yang pekerjaannya sangat terkait dengan penegakan hukum.
Karena itu, evaluasi terhadap boleh tidaknya seorang polisi menempati jabatan sipil harus merujuk pada daftar lembaga yang memang membutuhkan kompetensi tersebut.
Cak Anam juga menggarisbawahi perbedaan antara Polri dan TNI dalam konteks ini.
“Polri adalah institusi sipil, sehingga kultur dan mekanisme pengawasan sipil tetap melekat. Jika ada penyalahgunaan wewenang, polisi tetap berhadapan dengan pengadilan umum,” katanya.
Ia menekankan bahwa kebutuhan lembaga tertentu terhadap keahlian kepolisian tetap harus diperhatikan dan diatur secara jelas dalam peraturan pemerintah yang berlaku.
Putusan MK Nomor 114/PUU-XXIII/2025 menjadi penegasan penting mengenai batasan penugasan anggota Polri di jabatan sipil.
Selama ini, penempatan polisi aktif di berbagai kementerian dan lembaga negara kerap menimbulkan kritik publik karena dinilai berpotensi memperluas kewenangan Polri di luar fungsi utamanya dalam penegakan hukum.
Melalui putusan tersebut, MK menutup ruang penugasan hanya berdasarkan persetujuan Kapolri dan mewajibkan mekanisme yang lebih ketat, yakni anggota Polri harus mengundurkan diri atau pensiun apabila ingin mengisi jabatan sipil yang tidak berkaitan dengan fungsi kepolisian.
Dengan demikian, prinsip pemerintahan sipil (civilian supremacy) tetap terjaga.
Kendati demikian, sebagaimana dijelaskan Cak Anam, ruang penugasan tetap terbuka bagi jabatan yang secara substantif membutuhkan kompetensi kepolisian, seperti di BNN, BNPT, atau KPK. Jabatan tersebut dinilai selaras dengan tugas Polri dalam penegakan hukum dan keamanan dalam negeri.
Oleh karena itu, dibutuhkan penyusunan daftar lembaga atau posisi yang benar-benar relevan, agar tidak terjadi penyimpangan ataupun perluasan tafsir yang dapat mengaburkan semangat putusan MK. Pengaturan teknis lebih lanjut melalui peraturan pemerintah dan regulasi ASN akan menjadi kunci dalam memastikan transparansi, akuntabilitas, dan profesionalitas Polri sebagai institusi sipil yang tunduk pada mekanisme pengawasan publik.
