Liga Mega Korupsi di Indonesia: Kasus PT Timah Pemimpin Klasemen Sementara

IKOLOM.NEWS, NASIONAL – Tindak pidana korupsi telah menjadi penyakit kronis yang merajalela di banyak negara, termasuk Indonesia. Korupsi tidak hanya dipandang sebagai persoalan hukum, tetapi juga sebagai ujian moral yang mempengaruhi struktur sosial dan kepercayaan masyarakat.

Baru-baru ini, korupsi dalam pengelolaan minyak mentah dan produk kilang oleh PT Pertamina (Persero), Sub Holding-nya, serta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada periode 2018–2023 menjadi sorotan publik. Salah satu kasus penting melibatkan Riva Siahaan, Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, yang dinilai telah menimbulkan kerugian negara sekitar Rp193,7 triliun.

Di samping kasus Pertamina, terdapat pula beberapa kasus korupsi besar lain yang menyebabkan kerugian negara dengan nominal fantastis. Berikut adalah rangkumannya:

Kasus Korupsi PT Timah (Rp300 Triliun)

Audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mengungkapkan bahwa PT Timah mengalami kerugian hingga Rp300 triliun.

Kerugian tersebut, sebagian besar berasal dari penyewaan alat pengolahan timah yang tidak mengikuti prosedur yang benar, memicu penetapan 22 tersangka, termasuk tokoh-tokoh seperti Harvey Moeis dan Helena Lim. Selain itu, pembayaran berlebih untuk bijih timah ilegal serta dampak ekologis mencapai Rp271 triliun turut menambah daftar masalah yang ada.

Korupsi Tata Kelola Minyak Pertamina (Rp193,7 Triliun)

Kejaksaan Agung tengah menyelidiki penyimpangan dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina selama tahun 2018–2023.

Penyimpangan yang melibatkan pejabat tinggi dan sejumlah broker ini diperkirakan menyebabkan kerugian negara mencapai Rp193,7 triliun. Rincian kerugian meliputi kerugian akibat ekspor minyak mentah, impor melalui broker, serta biaya kompensasi dan subsidi yang tidak semestinya, dengan Riva Siahaan dan beberapa pimpinan swasta masuk dalam daftar tersangka.

Skandal BLBI (Rp138,4 Triliun)

Saat krisis moneter 1997, Bank Indonesia mendistribusikan Rp147 triliun dalam bentuk bantuan likuiditas kepada 48 bank untuk mengantisipasi keruntuhan sistem keuangan.

Namun, dana tersebut tidak sepenuhnya digunakan sesuai tujuan, sehingga menimbulkan kerugian negara sebesar Rp138,4 triliun menurut audit BPK, sementara BPKP mencatat kerugian sebesar Rp106 triliun. Kasus ini juga menyeret nama Syafruddin A Tumenggung, mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

Penyerobotan Lahan PT Duta Palma (Rp78 Triliun)

Grup Duta Palma terlibat dalam penyerobotan lahan seluas 37.095 hektare di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau, untuk perkebunan kelapa sawit selama 2003–2022, yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp104,1 triliun. Surya Darmadi, pemilik grup tersebut, divonis penjara 15 tahun, dan mantan bupati Indragiri Hulu juga dikenai hukuman karena terlibat dalam skandal ini.

Kasus Pengolahan Kondensat Ilegal TPPI (Rp35 Triliun)

PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) diduga melakukan penjualan kondensat secara ilegal antara 2009 dan 2011, dengan kerugian negara yang diperkirakan mencapai Rp35 triliun. Beberapa pejabat tinggi, seperti mantan Kepala BP Migas Raden Priyono, mantan Deputi BP Migas Djoko Harsono, serta mantan Direktur TPPI Honggo Wendratmo, telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.

Korupsi di PT Asabri (Rp22,78 Triliun)

Pengelolaan dana yang tidak transparan di PT Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia menyebabkan kerugian negara mencapai Rp22,78 triliun, seperti yang diungkapkan melalui audit BPK. Kebocoran dana akibat investasi bodong dan manipulasi laporan keuangan ini mengakibatkan krisis kepercayaan di sektor asuransi dan menjerat beberapa pejabat tinggi.

Korupsi Izin Ekspor Minyak Sawit (Rp20 Triliun)

Pemberian izin ekspor untuk minyak sawit mentah (CPO) dan turunannya pada periode 2021–2022 telah menimbulkan kerugian negara senilai Rp20 triliun. Meskipun adanya kewajiban domestik (DPO) untuk eksportir, izin tetap diberikan, memicu deretan nama petinggi sebagai tersangka, termasuk Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Wisnu Wardhana dan beberapa pejabat dari perusahaan besar di sektor tersebut.

Korupsi Asuransi Jiwasraya (Rp16,8 Triliun)

Kebangkrutan Asuransi Jiwasraya, yang disebabkan oleh pengelolaan dana yang tidak transparan dan investasi merugikan, mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp16,8 triliun, berdasarkan hasil audit BPK pada 9 Maret 2020. Laporan tersebut memicu pengaduan oleh Kementerian BUMN kepada Kejaksaan Agung terkait indikasi kecurangan.

Pengadaan Pesawat di Garuda Indonesia (Rp8,8 Triliun)

Kasus pengadaan pesawat jenis Bombardier CRJ-1000 dan ATR 72-600 oleh PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk pada 2011–2021 diduga menimbulkan kerugian negara sebesar sekitar Rp9,37 triliun (US$609,81 juta). Proses pengadaan yang dianggap tidak sesuai dengan konsep bisnis maskapai ini membuat sejumlah pejabat dari Garuda Indonesia ditetapkan sebagai tersangka.

Kasus Proyek BTS 4G (Rp8,32 Triliun)

Proyek pengadaan BTS 4G oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika, yang bertujuan meningkatkan akses telekomunikasi di daerah tertinggal, menghadapi dugaan korupsi akibat pengadaan peralatan yang tidak memenuhi standar dan pengeluaran biaya berlebihan, sehingga menyebabkan kerugian negara mencapai Rp8,32 triliun. Beberapa pejabat, termasuk Johnny G. Plate, telah ditetapkan sebagai tersangka dan penyelidikan terus dilakukan oleh Kejaksaan Agung.

Kasus Bank Century (Rp7,4 Triliun)

Kasus bailout Bank Century, yang bermula pada 2008 ketika pemerintah menyuntikkan dana talangan untuk mencegah dampak krisis finansial global, menyebabkan kerugian negara mencapai Rp7,4 triliun. Meskipun sejumlah pejabat dari Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan telah diperiksa, kasus ini masih dianggap belum terselesaikan secara tuntas.

BACA JUGA: Gubernur Aceh Luncurkan Instruksi, Wajibkan Shalat Berjamaah di Satuan Pendidikan

Setiap kasus tersebut menggambarkan betapa meluasnya permasalahan korupsi di Indonesia, tidak hanya menimbulkan kerugian finansial yang besar, tetapi juga berdampak serius terhadap lingkungan, sosial, dan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga negara.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *