Ikolom.News – Sejarah Indonesia telah mencatat 80 tahun kita Merdeka, namun pada pertengahan agustus 2025 adanya gelombang demonstrasi yang merabak diberbagai kota di indonesia, ini menunjukkan bahwa meningkatnya ketidak puasan publik terhadap kebijakan pemerintah yang dinilai tidak pro terhadap rakyat, isu kenaikan pajak bumi dan bangunan (PBB) sebanyak 250% hingga pembubaran Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dengan dinaikkannya tunjangan hunian sebesar Rp 50 juta/bulan untuk anggota DPR ditengah rakyat yang menjerit dalam penderitaan kurangnya lapangan kerja, dan tekanan biaya hidup telah menjadi pemicu kemarahan publik.
Luka rakyat kian menganga, diperparah oleh ketertutupan pemerintah, hingga suara public dianggap angin lalu. Dampaknya, aksi semakin meluas hingga melibatkan mahasiswa, buruh, ojol dan Masyarakat umum.
Makassar kembali menjadi saksi atas lahirnya sebuah gerakan yang dibangun atas dasar keresahan kolektif. Gerakan ini tidak lahir dari ruang hampa, melainkan dari tumpukan masalah yang selama ini diabaikan, kebijakan yang jauh dari aspirasi rakyat, ketidakadilan sosial yang terus berlangsung, serta jarak yang kian melebar antara pemerintah dan masyarakatnya.
Di jalan-jalan, suara muda menggema, menyatukan tekad dalam barisan. Mereka tidak hanya hadir sebagai pengkritik, tetapi sebagai pengingat bahwa demokrasi tidak boleh berjalan tanpa rakyat. Slogan-slogan yang digemakan adalah cermin dari luka bersama, sekaligus harapan akan perubahan.
Gerakan ini menjadi bukti bahwa Makassar bukan hanya pusat aktivitas ekonomi dan budaya, melainkan juga ruang dialektika sosial-politik yang hidup. Ia mengajarkan bahwa ketika pintu-pintu aspirasi ditutup, jalanan akan menjelma menjadi ruang alternatif untuk bersuara.
Pada akhirnya, tanggal 29 Agustus 2025 di Makassar bukan hanya peristiwa, tetapi penanda-penanda bahwa rakyat tidak akan diam ketika keadilan diabaikan, dan bahwa suara bersama mampu menggetarkan dinding kekuasaan. Diam bukan lagi pilihan. Bergerak karena pemerintah menutup telinga terhadap jeritan rakyat.
Persatuan dan kebersamaan maka keadilan bisa ditegakkan. Gerakan adalah suara-suara yang ditolak di ruang-ruang resmi, tetapi tidak bisa dibungkam di jalanan. Gerakan ini adalah pengingat bahwa aspirasi rakyat bukan beban, melainkan dasar dari demokrasi. Gerakan ini adalah janji bahwa selama ketidakadilan berdiri, perlawanan tidak akan pernah berhenti.