Oleh Sekretaris Umum HMI cabang Makassar, HasanuddinÂ
IKOLOM.NEWS, OPINI – Tahun 2024 menyisakan catatan kelam bagi penegakan hukum di Kota Makassar. Berbagai kasus korupsi, mismanajemen, dan ketidakadilan yang mengemuka bukan hanya mencederai kepercayaan publik, tetapi juga mencerminkan lemahnya tata kelola pemerintahan dan institusi hukum.
Salah satu kasus yang mencuat adalah dugaan korupsi dalam proyek Smart Toilet dan South Sulawesi Creative Hub (SSCH). Kedua proyek ini seharusnya menjadi simbol inovasi dan modernisasi di bidang pelayanan publik, tetapi justru berubah menjadi medan praktik korupsi. Penyelesaian kasus ini lambat, memperlihatkan bahwa aparat penegak hukum belum menunjukkan keberanian dan ketegasan untuk menyasar pihak-pihak yang diduga kuat terlibat, termasuk para pengambil kebijakan.
Tak kalah mengkhawatirkan adalah kasus pengadaan Smart Board di Dinas Pendidikan Sulawesi Selatan. Ketika dunia pendidikan seharusnya menjadi prioritas dalam mencetak generasi berkualitas, justru dana yang dialokasikan untuk mendukung teknologi pembelajaran diduga diselewengkan. Ironisnya, penyelidikan kasus ini seperti berjalan di tempat tanpa perkembangan berarti.
Kasus proyek pembangunan perpipaan air limbah di Makassar juga menjadi sorotan. Meskipun beberapa tersangka telah ditetapkan, proses hukum terkesan lambat. Hal ini semakin mempertegas bahwa sistem hukum kita sering kali tebang pilih, cenderung menyeret pihak-pihak kecil sembari melindungi aktor-aktor utama di balik layar.
Lebih dari itu, aksi mogok para hakim di Pengadilan Negeri Makassar adalah tamparan keras bagi dunia peradilan di Indonesia. Protes para hakim atas ketidakadilan kesejahteraan mereka memang valid, tetapi dampaknya terhadap ratusan kasus yang tertunda tidak bisa diremehkan. Hal ini menunjukkan betapa rapuhnya sistem peradilan kita ketika kesejahteraan aparat penegak hukum tidak menjadi prioritas pemerintah.
Pertanyaan Mendalam tentang Akuntabilitas dan Reformasi
Situasi ini memunculkan pertanyaan besar: sejauh mana komitmen pemerintah daerah dan pusat dalam memperbaiki tata kelola hukum dan memberantas korupsi? Apakah ada keberanian politik untuk membawa kasus-kasus besar ini ke meja hijau hingga tuntas? Atau kita akan terus menyaksikan skenario usang di mana kasus-kasus ini dilupakan begitu saja seiring waktu?
Melihat kondisi tersebut, Hasanuddin, Sekertaris Umum HMI Cabang Makassar berpandangan bahwa Masyarakat juga harus merenungi peran mereka dalam mendorong akuntabilitas.
Ketika perhatian publik melemah, ruang untuk penyelesaian kasus dengan cara kompromi semakin terbuka. Padahal, kasus-kasus ini memiliki dampak langsung terhadap kesejahteraan rakyat, seperti akses pendidikan yang lebih baik, layanan publik yang layak, dan lingkungan hidup yang bersih.
Hasan, panggilan akrab Sekertaris Umum HMI Cabang Makassar tersebut juga memberikan tawaran Rekomendasi untuk Perubahan secara Sistemik
Pertama, perlu ada percepatan dalam proses penyelidikan dan penyidikan kasus korupsi dengan melibatkan lembaga independen, seperti KPK.
Kedua, reformasi menyeluruh dalam sistem peradilan dan kesejahteraan hakim harus menjadi prioritas untuk menghindari gangguan seperti aksi mogok. Ketiga, transparansi dalam pengelolaan anggaran publik harus diperkuat, termasuk keterlibatan masyarakat sipil dalam memantau jalannya proyek-proyek pemerintah.
Akhirnya, penegakan hukum yang adil dan transparan adalah fondasi penting bagi kemajuan Makassar. Tanpa itu, janji-janji pembangunan hanyalah ilusi, dan kepercayaan publik terhadap pemerintah semakin terkikis.
Terakhir, bahwa tahun 2025 merupakan lembaran baru yang harus mendapat perhatian lebih kepada perbaikan penegakan hukum di Makassar, tahun 2024 harus menjadi pengingat bahwa reformasi sistemik tidak bisa lagi ditunda.