IKOLOM.NEWS, INTERNASIONAL – Microsoft memecat dua pegawainya setelah melakukan aksi protes terhadap hubungan perusahaan dengan militer Israel dalam sebuah acara resmi yang disiarkan langsung pada Jumat (4/4/2025).
Aksi itu merupakan bentuk penolakan atas penggunaan teknologi kecerdasan buatan (AI) milik Microsoft dalam operasi militer Israel di Gaza.
Kedua pegawai, Ibtihal Aboussad dan Vaniya Agrawal, menyuarakan protesnya dalam acara ulang tahun perusahaan yang dihadiri oleh sejumlah tokoh penting, termasuk CEO AI Microsoft Mustafa Suleyman, pendiri Microsoft Bill Gates, serta mantan CEO Steve Ballmer.
BACA JUGA:
Unhas Gelar Halal Bi Halal, Perkuat Silaturahmi dan Semangat Kolaborasi Pascalebaran
Menurut laporan Associated Press, Microsoft dan mitranya OpenAI disebut menyediakan teknologi AI yang digunakan oleh militer Israel untuk menentukan target pengeboman di Gaza dan Lebanon sejak serangan besar-besaran dimulai pada 7 Oktober 2023.
Aksi protes pertama dilakukan oleh Aboussad, seorang software engineer, saat Suleyman tengah memberikan pidato mengenai ambisi AI perusahaan. Ia naik ke panggung dan secara lantang menuduh Suleyman serta Microsoft berkontribusi dalam genosida di Palestina.
“Anda mengklaim peduli pada penggunaan AI untuk kebaikan, tetapi Microsoft menjual senjata AI ke militer Israel,” teriak Aboussad, seraya melemparkan kain kefiyeh ke panggung sebagai simbol perlawanan Palestina.
Aksi itu membuat Suleyman berhenti berbicara dan mencoba menenangkan situasi. “Terima kasih atas protesnya, saya mendengarmu,” ujar Suleyman. Namun, Aboussad kembali menyebut bahwa “seluruh Microsoft berlumuran darah” sebelum diamankan petugas keamanan.
Vaniya Agrawal melakukan protes serupa di akhir acara. Keduanya langsung kehilangan akses ke akun perusahaan setelah insiden tersebut.
Dalam surat pemecatan yang diterbitkan pada Senin (7/4/2025), Microsoft menuduh salah satu pegawai berperilaku buruk yang mengganggu jalannya acara penting perusahaan.
Sementara satu pegawai lainnya disebut telah mengajukan pengunduran diri, namun perusahaan memintanya berhenti lima hari lebih awal dari jadwal efektifnya.
Kelompok advokasi No Azure for Apartheid mengonfirmasi bahwa Aboussad menerima pemecatan langsung saat dihubungi pihak HRD Microsoft. Ia seharusnya baru resmi mengundurkan diri per 11 April.
Protes ini menjadi aksi publik pertama oleh pegawai Microsoft yang menentang keterlibatan perusahaan dalam konflik bersenjata di Gaza.
Sebelumnya, pada Februari 2025, lima pegawai dilaporkan dikeluarkan dari rapat bersama CEO Satya Nadella setelah mengajukan pertanyaan serupa.
Dalam pernyataan resminya, Microsoft mengatakan pihaknya membuka berbagai jalur komunikasi bagi pegawai untuk menyuarakan keresahan, namun meminta hal tersebut dilakukan dengan tidak mengganggu jalannya bisnis.
“Kami berkomitmen untuk memastikan bahwa praktik bisnis kami selaras dengan standar tertinggi,” tulis Microsoft, dikutip dari Associated Press.