Ikolom.News – Presiden Prabowo Subianto menegaskan, tidak boleh ada kriminalisasi bagi para pendemo yang melakukan aksi unjuk rasa.
Hanya saja, Prabowo mengingatkan bahwa massa demo harus tetap damai dan sesuai aturan yang berlaku.
“Saya kira tak boleh ada kriminalisasi bagi para demonstran, tapi harus damai dan sesuai undang-undang. Nanti, petugas juga akan memilahnya,” ujar Prabowo, seperti dikutip dari Kompas.id, Minggu (7/9/2025).
Prabowo juga mengingatkan bahwa penyampaian aspirasi melalui unjuk rasa juga ada batas waktunya, yakni sampai pukul 18.00. Dikutip dari laman berita kompas.com
“Juga tidak boleh bawa petasan api,” imbuhnya.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengungkap bahwa kepolisian telah menangkap sekitar 3.095 orang terkait demonstrasi yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia.
Paling banyak terjadi di Jakarta, saat polisi menangkap 1.438 demonstran yang melakukan aksi dalam beberapa hari terakhir.
“Hari-hari terakhir ini, Jakarta itu kurang lebih 1.438, Jawa Barat itu 386, Jawa Tengah itu 479, Yogyakarta paling tidak sembilan kasus penangkapan, Jawa Timur itu 556 korban penangkapan,” ujar Usman dalam program Sapa Indonesia Malam Kompas TV, Rabu (3/9/2025) malam.
“Kalimantan Barat 16, Bali 140, Sulawesi Selatan itu ada 10, Sumatera Utara itu ada 44 kasus, Jambi 17, dan seterusnya,” sambungnya.
Menurutnya, penangkapan tersebut justru tidak mencerminkan langkah perbaikan dari Polri usai kasus kendaraan taktis (rantis) Brimob yang melindas pengemudi ojek online (ojol) bernama Affan Kurniawan.
Meskipun Presiden menegaskan bahwa demonstran tidak boleh dikriminalisasi, data yang disampaikan Amnesty International Indonesia menunjukkan ribuan orang justru ditangkap dalam aksi unjuk rasa.
Hal ini menimbulkan pertanyaan publik mengenai konsistensi kebijakan pemerintah dan aparat keamanan.
Selain itu, penangkapan massal ini juga mempertegas sorotan terhadap Polri, terutama setelah kasus rantis Brimob yang melindas pengemudi ojek online.
Tuntutan agar aparat lebih mengedepankan pendekatan persuasif dan menghormati hak konstitusional warga negara semakin menguat.
Intinya, ada gap antara arahan Presiden yang menekankan kebebasan berekspresi secara damai dengan realitas tindakan aparat di lapangan.