Ikolom.News – Ketua DPR RI Puan Maharani meminta maaf karena DPR RI belum bekerja dengan baik dan sempurna.
Hal ini disampaikan Puan usai melayat ke rumah duka Affan Kurniawan, pengemudi ojek online yang meninggal dunia karena dilindas kendaraan taktis (rantis) Brimob.
“Atas nama anggota DPR dan pimpinan DPR, sekali lagi saya meminta maaf jika kami sebagai wakil rakyat belum bisa bekerja dengan baik secara sempurna,” ujar Puan usai melayat ke rumah Affan di Dukuh Atas, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (30/8/2025) yang dilansir dari laman berita kompas.com.
Puan mengatakan, DPR akan melakukan evaluasi dan membenahi diri agar bisa mendengar aspirasi masyarakat dengan lebih baik.
“Kami akan mengevaluasi, kami akan berbenah diri, kami akan mendengar aspirasi rakyat dengan lebih sehat, lebih baik dalam gotong royong membangun bangsa,” kata Puan.
Dalam kunjungan ini, Puan terlihat ditemani sejumlah kader PDI-P, yaitu Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung, Adian Napitupulu, Selly Andriany Gantina, Said Abdullah, MY Esti Wijayati, dan Once Mekel.
Sebelumnya, Wakil Gubernur DKI Jakarta, Rano Karno, juga telah lebih dahulu bertakziah ke rumah keluarga Affan.
Affan diketahui meninggal dunia pada Kamis (28/8/2025) di tengah aksi demonstrasi yang terjadi di kawasan Pejompongan, Jakarta Pusat. Affan meninggal usai terlindas rantis milik Brimob.
Saat ini, tujuh orang polisi sudah ditangkap dan tengah menjalani pemeriksaan oleh Divpropam Polri. Mereka telah ditetapkan sebagai terduga pelanggar etik.
Tujuh anggota Brimob yang melindas Affan ini antara lain Kompol Cosmas, Aipda M Rohyani, Briptu Danang, Bripda Mardin, Baharaka Yohanes David, Baharaka Jana Edi, dan Bripka Rohmat.
Para polisi ini sudah ditahan dalam penempatan khusus (patsus) di Divpropam Polri selama 20 hari ke depan untuk kebutuhan pemeriksaan.
Permintaan maaf Puan Maharani menjadi sinyal bahwa DPR merasa perlu lebih hadir dalam merespons keresahan masyarakat, terutama terkait isu pelanggaran aparat terhadap rakyat.
Kehadiran sejumlah tokoh politik, termasuk pejabat eksekutif daerah, menunjukkan bahwa kasus ini berimplikasi luas, bukan sekadar persoalan hukum, tetapi juga moral dan kepercayaan publik. Proses hukum terhadap tujuh anggota Brimob akan menjadi ujian transparansi Polri dalam menegakkan aturan di tubuh institusi sendiri.
Momen ini berpotensi menjadi titik balik bagi DPR untuk memperkuat fungsi pengawasan terhadap aparat negara, sekaligus menegaskan komitmen politik dalam melindungi hak-hak warga sipil.