Ikolom.Jakarta – Nilai tukar Rupiah dibuka melemah pada perdagangan awal pekan ini, bahkan menembus level psikologis Rp16.600 per dolar AS. Pelemahan mata uang domestik ini menjadi sorotan utama di pasar keuangan.
Berdasarkan data Bloomberg pada Senin (22/9/2025), Rupiah tercatat berada di level Rp16.626 per USD, turun 25 poin atau setara 0,15% dibandingkan penutupan perdagangan sebelumnya.
Menanggapi kondisi ini, Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, memberikan penjelasan. Ia menekankan bahwa tekanan yang dialami Rupiah dalam beberapa minggu terakhir merupakan dampak dari kombinasi faktor eksternal dan domestik.
“Secara keseluruhan terhadap dolar September menguat 0,33 persen dari Agustus. Minggu-mingu ini terjadi tekanan baik dari global maupun dari sisi domestik,” ujar Perry saat rapat bersama Komisi XI di Gedung DPR, Senin (22/9/2025), dikutip dari suara.com.
Meski Rupiah mengalami tekanan, Perry memastikan bahwa BI akan selalu hadir di pasar untuk menjaga stabilitas mata uang Garuda.
“Untuk nilai tukar kami laporkan tetap terkendali. Komitmen kami untuk melakukan stabilisasi karena ketidakpastian yang masih tinggi baik dari global maupun domestik,” tambahnya.
Dalam upaya menahan pelemahan lebih lanjut, Perry memaparkan tiga langkah intervensi yang secara aktif dilakukan oleh BI di pasar keuangan.
“Kami terus melakukan intervensi baik pasar luar negeri melalui Non-Deliverable Forward (NDF) maupun pasar dalam negeri melalui transaksi secara tunai spot domestik Non-Deliverable Forward(DNDF) maupun juga kami membeli pasar SBN di pasar sekunder,” jelasnya.
Optimistis Rupiah Menguat
Walau saat ini mengalami tekanan, Perry tetap optimistis tren Rupiah ke depan akan bergerak menguat. Optimisme ini berdasarkan fundamental ekonomi Indonesia yang kuat.
“Komitmen kami tren nilai tukar ke depan bergerak stabil dan kecenderungan menguat sejalan dengan komitmen Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, inflasi yang baik dan prospek pertumbuhan ekonomi yang cukup baik,” tutupnya.