Taiwan-AS Produksi Bersama Rudal dan Drone Bawah Laut Hadapi Ancaman China

Ikolom.News – Taiwan akan memproduksi rudal dan drone bawah laut bersama Amerika Serikat (AS) untuk pertama kalinya.

Langkah ini diambil sebagai bagian dari upaya meningkatkan kapasitas produksi senjata dalam negeri di tengah ancaman invasi dari China, seperti yang dilansir dari AFP pada Kamis (18/9/2025).

Chung-Shan Institute of Science and Technology (NCSIST) Taiwan sebelumnya telah menandatangani kesepakatan dengan perusahaan pertahanan AS, Anduril, untuk bersama-sama mengembangkan Barracuda-500, rudal jelajah otonom berbiaya rendah.

Pada Kamis (18/9/2025), NCSIST dan Anduril kembali menandatangani perjanjian untuk memproduksi drone bawah laut.

“Tujuan kami adalah jika dalam peperangan, bahkan dalam blokade, kami bisa memproduksi setiap senjata yang kami butuhkan untuk melindungi diri kami,” ujar Presiden NCSIST Li Shih-chiang kepada AFP di sela Pameran Teknologi Pertahanan dan Dirgantara Taipei, tempat Barracuda-500 dipamerkan.

Kepala Anduril Taiwan, Alex Chang, menekankan bahwa fokus kerja sama ini adalah untuk “kemampuan produksi massal” dan memastikan produksi lokal bisa berkelanjutan.

Anduril kata dia, akan “bekerja sangat erat” dengan pemerintahan Amerika Serikat dan Taiwan.

Menurut NCSIST, dibutuhkan waktu sekitar 18 bulan untuk membangun rantai pasokan Barracuda-500 di Taiwan. Rudal tersebut menggunakan komponen buatan lokal 100 persen.

Taiwan dalam satu dekade terakhir meningkatkan belanja pertahanan, termasuk pengembangan industri senjata dalam negeri.

Namun, Taiwan tetap sangat bergantung pada penjualan senjata dari Amerika Serikat untuk menahan ancaman China.

Pemerintah Taiwan kini menargetkan peningkatan kapasitas produksi dan penyimpanan amunisi pada masa perang.

Seorang anggota parlemen senior Taiwan mengatakan kepada AFP bahwa Kementerian Pertahanan akan mengajukan dana khusus hingga sekitar 33 miliar dollar AS (sekitar Rp 545,5 triliun).

Dana tersebut dialokasikan untuk integrasi sistem pertahanan udara, pengadaan teknologi baru untuk mendeteksi drone kecil, roket, dan rudal, serta memperkuat respons cepat terhadap serangan.

Pemerintahan Presiden Lai Ching-te juga telah mengumumkan rencana menaikkan anggaran pertahanan 2026 menjadi 949,5 miliar dollar Taiwan (sekitar Rp 522 triliun), atau lebih dari tiga persen dari produk domestik bruto (PDB).

Target jangka panjangnya adalah meningkatkan belanja hingga lima persen dari PDB pada 2030.

Kerja sama Taiwan dengan Anduril mencerminkan pergeseran strategi pertahanan dari sekadar membeli senjata jadi, menuju kemandirian produksi.

Dengan fokus pada rudal jelajah murah dan drone bawah laut, Taiwan berusaha menambah kapasitas asymmetric warfare, yakni mengimbangi keunggulan militer China lewat teknologi yang lebih fleksibel dan bisa diproduksi massal.

Selain itu, keterlibatan perusahaan AS memperkuat sinyal politik bahwa Washington bukan hanya penyuplai senjata, tetapi juga mitra strategis dalam membangun industri pertahanan Taiwan.

Langkah ini berpotensi menambah ketegangan dengan Beijing, namun sekaligus memperkuat daya tawar Taipei dalam mempertahankan diri.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *