Ikolom.Jakarta – Wakil Menteri Agama (Wamenag) Romo Muhammad Syafi’i menyatakan optimistis bahwa izin prakarsa untuk pembentukan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pesantren akan diterbitkan bertepatan dengan peringatan Hari Santri 2025.
Pernyataan itu disampaikan Romo Syafi’i usai bertemu dengan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB), Rini Widyantini.
“Hari ini saya bersilaturahmi ke Menpan RB Ibu Rini. Alhamdulillah, ada kabar baik. Surat permohonan izin prakarsa pembentukan Ditjen Pesantren ditandatangani hari ini untuk dikirim ke Sekretariat Negara,” ujar Romo Syafi’i di Jakarta, dikutip dari inilah.com, Jumat (17/10/2025).
Romo Syafi’i menyampaikan apresiasinya atas pendampingan yang diberikan Kemenpan RB dalam proses pengajuan pembentukan Ditjen Pesantren. Menurutnya, rencana ini telah berjalan cukup lama, dimulai sejak 2019, kemudian kembali diusulkan pada 2021, 2023, dan 2024.
Ia menilai keberadaan Ditjen Pesantren semakin mendesak karena lembaga pendidikan Islam ini memiliki tanggung jawab besar sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren, khususnya Pasal 4 yang mencakup tiga fungsi utama: pendidikan, dakwah, dan pemberdayaan masyarakat.
“Ketiga fungsi ini bahkan sudah diperankan banyak pesantren sejak sebelum Indonesia merdeka. Pesantren sudah ada sejak abad 15 masehi,” jelasnya.
Romo Syafi’i menambahkan, fungsi pendidikan di pesantren terus berkembang dari jenjang dasar hingga ma’had aly (setara perguruan tinggi). Lembaga ini menjadi wadah bagi jutaan santri untuk memperdalam pemahaman Islam yang rahmatan lil ‘alamin.
Selain di bidang pendidikan, pesantren dan para alumninya juga berperan aktif dalam kehidupan sosial masyarakat dengan membawa nilai-nilai keagamaan yang moderat.
“Dakwah pesantren mempromosikan nilai tawassuth, tawazun, i’tidal, dan tasamuh. Ini membangun modal sosial yang diperlukan dalam membangun kerukunan umat,” tutur Romo Syafi’i.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa pesantren tidak hanya menjadi pusat pendidikan, tetapi juga pusat pemberdayaan ekonomi masyarakat di daerah.
Menurutnya, pesantren telah berkontribusi besar terhadap berbagai program nasional seperti pengentasan kemiskinan, pengurangan ketimpangan, dan pertumbuhan ekonomi inklusif, khususnya di wilayah pedesaan.
“Tiga fungsi ini tidak bisa berkembang jika hanya dikelola dalam satuan kerja setingkat eselon II, di bawah Ditjen yang fokus pada fungsi pendidikan Islam. Perlu kehadiran negara untuk bisa lebih mengoptimalkan tiga fungsi pesantren, tidak hanya pendidikan, tapi juga dakwah dan pemberdayaan masyarakat,” tegasnya.
Data Kementerian Agama menunjukkan terdapat lebih dari 42 ribu pesantren yang telah terdaftar, dan jumlahnya diperkirakan mencapai 44 ribu jika termasuk lembaga yang belum terdata. Pesantren tersebut menaungi lebih dari 11 juta santri dan sekitar 1 juta kiai atau guru.
Selain itu, Direktorat Pesantren saat ini juga melakukan pembinaan terhadap 104.204 Madrasah Diniyah Takmiliyah (MDT) serta 194.901 Lembaga Pendidikan Al-Qur’an (LPQ).
“Ini secara kuantitas bukan jumlah yang sedikit. Ditjen Pesantren dibutuhkan karena kehadirannya sesuai dengan kebutuhan atas layanan umat beragama. Kita juga sudah hitung analisis beban kerja setiap unit organisasi/jabatan jika terbentuk Ditjen Pesantren,” katanya.
Romo Syafi’i menutup dengan keyakinan bahwa upaya bersama antara Kemenag dan Kemenpan RB akan membuahkan hasil dalam waktu dekat.
“Ikhtiar Kemenag bersama Kemenpan RB sudah maksimal. Saya optimis izin prakarsa dari Presiden terbit sebelum 22 Oktober 2025 sebagai hadiah Hari Santri, sekaligus penghormatan kepada para kyai yang telah mendedikasikan diri untuk pengembangan pesantren,” ujarnya.