Ikolom.Jakarta – Rencana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memindahkan Patung Jenderal Besar Sudirman dari Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Selatan, menuai penolakan warga.
Patung yang menjadi ikon kawasan ini dianggap bukan sekadar hiasan, melainkan simbol identitas jalan dan sejarah perjuangan nasional.
Okta (26), warga Setiabudi, menilai pemindahan akan mengurangi makna sejarah.
“Ini bukan cuma patung, tapi simbol Jalan Sudirman juga. Kalau dipindahkan, seolah sejarahnya ikut dipindahkan. Ganti lokasi, ganti nama jalan, rasanya wajar dipertimbangkan,” ujarnya. Yang dilansir dari laman berita kompas.com
Senada, Santoso (47), pedagang minuman di sekitar Stasiun Sudirman, juga menyampaikan keberatan.
“Patung Sudirman sudah lama jadi identitas tempat ini. Kalau dipindahkan, rasanya seperti memindahkan sejarah juga. Biarlah tetap di sini,” katanya.
Pantauan Kompas.com di lokasi menunjukkan patung perunggu setinggi 11 meter, termasuk penyangga 5,5 meter, berdiri tegap dengan tangan kanan memberi hormat.
Patung ini berada di dekat Jembatan Penyeberangan Multiguna Dukuh Atas dan menjadi salah satu ikon sejarah Jakarta.
Sebelumnya, rencana pemindahan disampaikan Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung.
Ia mengatakan, patung akan ditempatkan di lokasi yang lebih representatif setelah kawasan Transit Oriented Development (TOD) Dukuh Atas rampung agar lebih menonjol dari arah Jalan Thamrin.
“Patung Sudirman tentunya harus mendapat posisi yang betul-betul di depan agar masyarakat bisa menghargai sosok jenderal besar ini,” ujar Pramono di Balai Kota, Kamis (2/10/2025).
Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi menambahkan, pemindahan dilakukan seiring pembangunan TOD Dukuh Atas yang akan menjadi simpul integrasi transportasi massal, mulai MRT, LRT, KRL, hingga kereta bandara.
Namun, warga menekankan pentingnya menjaga nilai sejarah dan simbolik patung.
“Ini soal identitas dan penghormatan. Jangan sampai memindahkan patung, tapi sejarahnya hilang,” kata Okta.
Rencana pemindahan Patung Jenderal Besar Sudirman menunjukkan adanya tarik menarik antara kepentingan pembangunan kota modern dan pelestarian nilai sejarah.
Dari sisi pemerintah, penataan ulang kawasan TOD Dukuh Atas dianggap perlu agar patung lebih menonjol dan mudah diapresiasi publik.
Namun, dari sisi warga, patung bukan sekadar karya seni atau hiasan ruang kota, melainkan simbol identitas yang melekat pada Jalan Jenderal Sudirman.
Persoalan ini mencerminkan pentingnya dialog partisipatif antara pemerintah dan masyarakat agar keputusan pembangunan tidak mengikis makna historis, melainkan justru memperkuatnya.
Solusi kompromi seperti tetap mempertahankan posisi patung atau memberi narasi sejarah yang jelas jika dipindahkan dapat menjadi jalan tengah.