IKOLOM.NEWS, MAROS – Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Maros, Murad Abdullah, memberikan penjelasan terkait penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) atas lahan seluas 6 hektare di kawasan mangrove Kabupaten Maros. Sertifikat tersebut tercatat atas nama seorang warga berinisial AM dan diterbitkan pada tahun 2009.
Murad menyebut bahwa SHM tersebut diterbitkan berdasarkan rincik, yang merupakan dasar kepemilikan sebelum adanya sertifikat resmi.
“Dengan rinci itu, maka sertifikat yang timbul adalah sertifikat hak milik. Nah pada tahun 2009 itu lokasi yang dimaksud itu belum masuk dalam kawasan mangrove. Ini ada dua sertifikat yang terbit pada tahun 2009,” kata Murad kepada wartawan, Jumat (31/1/2025).
Ia menambahkan bahwa terdapat dua sertifikat yang diterbitkan di lokasi tersebut pada tahun yang sama.
Situasi berubah setelah diterbitkannya Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2012 yang menetapkan wilayah tersebut sebagai kawasan mangrove karena lokasinya di pesisir.
“Sejak wilayah itu ditetapkan sebagai kawasan mangrove, permohonan peningkatan status hak atas tanah tidak kami proses lebih lanjut. Selain itu, muncul dugaan adanya perusakan mangrove, sehingga kasus ini sudah masuk ranah aparat penegak hukum (APH),” tambah Murad.
“Maka proses hak pakai di mana pemohon bermohon untuk peningkatan menjadi hak milik itu tidak kami proses lebih lanjut, alasannya karena sekarang sudah masuk ke ranah APH dan disinyalir ada perusakan mangrove,” ungkapnya.
Ia menegaskan bahwa BPN Maros masih menunggu hasil penyelidikan Polres Maros terkait dugaan perusakan mangrove serta penerbitan sertifikat tersebut.
“Dalam hal perusakan mangrove dan penerbitan sertifikat yang diterbitkan kantor pertanahan Maros adalah dua hal sejajar tetapi tidak bersinggungan, satu penerbitan, satu perusakan, sehingga kembali lagi kami menunggu hasil penyelidikan dari Polres Maros. Apakah nanti kita tingkatkan hak atau pada hak pakai kita menunggu dari keputusan penyelidikan Polres Maros,” jelasnya.
Sebelumnya, Polres Maros mulai menyelidiki dugaan perusakan hutan mangrove di Desa Kuri Caddi. Dalam proses penyelidikan, ditemukan bahwa lahan tersebut telah memiliki SHM.
“Sementara ini kami masih mendalami bagaimana peristiwa penerbitan hak milik di atas tanaman mangrove. Diketahui bahwa tanaman mangrove ini sudah ada sejak lama, sebelum SHM ini ada. Jadi tidak mungkin mangrove dikelola secara garapan yang mana tanaman itu diketahui, tanaman yang dilindungi,” kata Kasat Reskrim Polres Maros, Iptu Aditya Pandu kepada wartawan, Jumat (24/1/2025).