Ikolom.Jakarta – Menteri Haji dan Umrah Mochamad Irfan Yusuf meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ikut mengawal pelaksanaan ibadah haji agar terbebas dari praktik penyelewengan.
“Kami ingin agar selalu mendapat pendampingan dari KPK untuk memastikan bahwa semua proses yang kami lakukan sesuai dengan aturan, seperti amanat dari presiden bahwa proses haji harus dilakukan secara akuntabel dan transparan,” ujar Irfan Yusuf, yang akrab disapa Gus Irfan, usai audiensi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (3/10/2025), dikutip dari Inilah.com.
Ia menjelaskan, pertemuan tersebut menjadi langkah awal membuka jalur komunikasi antara Kementerian Haji dan Umrah dengan KPK. Dalam audiensi itu, kementerian memaparkan berbagai hal terkait proses pelaksanaan dan bisnis haji.
“Banyak hal yang kita sampaikan kepada teman-teman di KPK. Pertama, tentu terkait dengan situasi proses haji di kita, kemudian proses bisnis haji yang akan kita lakukan dan sudah kita lakukan,” kata Gus Irfan.
Sekretaris Jenderal KPK, Cahya Hardianto Harefa, menyambut baik pertemuan tersebut. Ia menegaskan bahwa KPK siap mendampingi penyelenggaraan haji guna memperkuat upaya pencegahan korupsi.
“Harapannya, ke depan proses terkait dengan kepengurusan dan pengelolaan jemaah haji kita ini makin hari makin baik. Jadi, prinsipnya KPK sangat mendukung upaya-upaya pencegahan dan nantinya juga pada saat pelaksanaannya akan mendukung,” ujarnya.
Cahya mengungkapkan, KPK telah melakukan sejumlah kajian serta penyelidikan terkait kegiatan haji. Ke depan, KPK akan memberikan pembekalan dan sosialisasi antikorupsi kepada pegawai Kementerian Haji dan Umrah.
“Supaya juga terus diingatkan, khususnya nanti juga pada saat mendekati pelaksanaannya, diingatkan sekali lagi bahwa ini adalah tugas yang telah dibiayai negara sehingga diharapkan tidak menerima hal-hal lain yang tidak sah,” tuturnya.
Kasus Kuota Haji Era Menag Yaqut
KPK sendiri saat ini tengah mengusut dugaan korupsi dalam penetapan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama periode 2023–2024.
Penyelidikan kasus tersebut diumumkan pada 9 Agustus 2025, setelah KPK meminta keterangan dari mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas pada 7 Agustus 2025. Lembaga antirasuah itu juga bekerja sama dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk menghitung potensi kerugian negara.
Pada 11 Agustus 2025, KPK mengumumkan perkiraan awal kerugian negara lebih dari Rp1 triliun. Tiga orang dicegah bepergian ke luar negeri, termasuk Yaqut Cholil Qoumas.
Selanjutnya, pada 18 September 2025, KPK memperkirakan sedikitnya 13 asosiasi dan 400 biro perjalanan haji terlibat dalam kasus tersebut.
Selain KPK, Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji DPR RI juga menemukan sejumlah kejanggalan dalam penyelenggaraan haji 2024. Salah satu sorotan utama adalah pembagian kuota tambahan 20.000 jemaah dari Pemerintah Arab Saudi yang dibagi dengan skema 50:50 antara haji reguler dan haji khusus.
Skema tersebut dinilai bertentangan dengan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang mengatur pembagian kuota haji khusus sebesar 8 persen dan haji reguler sebesar 92 persen.