Bongkar Skema Jual-Beli Tanah Misterius, Negara Rugi Ratusan Miliar!

Ikolom.Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan bukti yang menunjukkan bahwa Bintang Perbowo (BP) diduga telah merencanakan transaksi jual-beli tanah bersama para tersangka lainnya sejak menjabat sebagai Direktur Utama PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (Wika) hingga menjadi Direktur Utama PT Hutama Karya (Persero).

Transaksi jual-beli tanah ini terkait dugaan korupsi pengadaan lahan di sekitar Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) pada tahun anggaran 2018–2020 di lingkungan PT Hutama Karya. Informasi tersebut diperoleh dari keterangan Neneng Rahmawati, mantan pegawai PT Wijaya Karya.

“Saksi 3 didalami terkait dugaan para tersangka sudah merencanakan jual-beli tanah karena tersangka BP masih di PT Wika,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, melalui keterangan tertulis, dikutip Inilah.com, Senin (13/10/2025).

Awalnya, tanah dibeli oleh PT Sanitarindo Tangsel Jaya dari masyarakat Kalianda, Lampung Selatan, yang sebagian besar bekerja sebagai petani. Namun pembayaran kepada masyarakat belum diselesaikan sepenuhnya. Kemudian, tanah tersebut dijual kembali ke PT Hutama Karya untuk kebutuhan pengadaan lahan JTTS. Informasi ini disampaikan oleh Saksi Andi Heriansyah, karyawan swasta, dan Achmad Yahya, pensiunan.

“Saksi 1 dan 2 hadir, penyidik mendalami terkait proses penjualan tanah ke tersangka korporasi,” kata Budi.

Selain itu, Subehi Anwar, staf Satuan Pengawas Intern (SPI) PT Hutama Karya, diperiksa terkait prosedur pengadaan lahan di PT Hutama Karya serta hasil pemeriksaan SPI atas pengadaan lahan JTTS.

Keempat saksi tersebut diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, pada Senin (13/10/2025).

KPK Menahan Mantan Dirut PT Hutama Karya

KPK resmi menahan dua tersangka terkait dugaan korupsi pengadaan lahan JTTS, yaitu mantan Direktur Utama PT Hutama Karya Bintang Perbowo (BP) dan mantan Kepala Divisi Pengembangan Bisnis dan Investasi PT Hutama Karya M. Rizal Sutjipto (RS).

“KPK selanjutnya menahan kedua tersangka selama 20 hari pertama, dihitung mulai 6 sampai 25 Agustus 2025, di Rutan Cabang KPK Gedung Merah Putih,” jelas Plt Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu, Rabu (6/8/2025).

Akibat tindakan tersangka, negara mengalami kerugian mencapai Rp205,14 miliar berdasarkan perhitungan BPKP. Rinciannya, Rp133,73 miliar dari pembayaran PT Hutama Karya/PT HKR ke PT Sanitarindo Tangsel Jaya (tidak termasuk PPN) untuk lahan di Bakauheni dan Rp71,41 miliar untuk lahan di Kalianda.

Kronologi Perkara

Kasus ini bermula pada April 2018, lima hari setelah Bintang Perbowo resmi menjadi Direktur Utama PT Hutama Karya. BP langsung menggelar rapat direksi yang salah satu agendanya adalah membeli lahan di jalur JTTS.

Dalam skema itu, BP mengenalkan temannya, pemilik PT Sanitarindo Tangsel Jaya Iskandar Zulkarnaen (IZ), kepada jajaran direksi Hutama Karya untuk menawarkan lahannya di Bakauheni, Lampung. BP juga meminta IZ memperluas kepemilikan tanah dengan membeli dari masyarakat agar dapat dijual kembali ke PT Hutama Karya melalui perusahaannya.

Selanjutnya, BP memerintahkan Muhammad Rizal Sutjipto (RS), yang juga menjabat Ketua Tim Pengadaan Lahan, untuk membeli tanah milik IZ. BP berdalih bahwa tanah tersebut mengandung batu andesit yang bisa dijual.

Pembayaran tahap pertama dilakukan pada September 2018, di mana PT Hutama Karya membayar sekitar Rp24,6 miliar untuk lahan di Bakauheni. Namun, KPK menemukan sejumlah penyimpangan, antara lain:

Pengadaan lahan tidak tercantum dalam RKAP 2018;

Risalah rapat dibuat mundur tanggalnya, padahal rapat tidak pernah digelar;

Tidak ada SOP pengadaan lahan;

Tidak dilakukan penilaian nilai wajar oleh KJPP;

Tidak ada rencana bisnis untuk tanah yang dibeli.

Hingga 2020, PT Hutama Karya telah membayar total Rp205,14 miliar kepada PT STJ untuk 32 bidang lahan SHGB atas nama PT STJ di Bakauheni dan 88 bidang SHGB atas nama warga di Kalianda. Namun tanah-tanah tersebut belum bisa dialihkan atau dikuasai PT Hutama Karya, sehingga negara tidak mendapat manfaat.

Dalam penyidikan, KPK menyita 122 bidang tanah di Bakauheni dan Kalianda, 13 bidang tanah milik Iskandar Zulkarnaen dan PT STJ, serta satu unit apartemen di Bintaro, Tangerang Selatan.

Para tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 juncto UU No. 20 Tahun 2001 dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *