Ahli Hukum: KPK Seharusnya Miliki Bukti Audit BPK dalam Kasus Dugaan Korupsi Kuota Haji

Ikolom.Jakarta – Pakar hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Chairul Huda, menilai bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seharusnya sudah mengantongi dokumen penting berupa surat final hasil kompensasi kerugian negara dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam penyelidikan dugaan korupsi kuota haji tahun 2023–2024 di Kementerian Agama.

“Keuangan negara, maka bukti utama yang harus diperoleh adalah adanya bukti tentang tidak adanya kerugian keuangan negara,” ujar Huda, dikutip dari Inilah.com, Minggu (26/10/2025).

Huda menjelaskan bahwa audit kerugian negara menjadi alat bukti utama untuk menjerat para pihak yang diduga terlibat, termasuk biro perjalanan haji. Ia juga menyoroti pernyataan KPK yang menyebutkan adanya kerugian negara senilai Rp1 triliun dalam kasus tersebut, karena hingga kini belum disertai hasil audit final BPK.

Menurutnya, konstruksi hukum kasus ini lebih tepat menggunakan pasal pemerasan dalam jabatan, bukan pasal kerugian keuangan negara.

“Kasus haji, bagaimana menghitung adanya kerugian keuangan negara? Itu duit jemaah. Jadi kan saya juga bingung gitu, KPK saya pikir tadi mau pakai pemerasan dalam jabatan, tapi ternyata pakai pasal kerugian keuangan negara. Bagaimana mengkonstruksinya?” katanya.

Progres Penyidikan dan Pemeriksaan 300 Biro Travel

KPK menyebut penyidikan dugaan korupsi haji di Kementerian Agama terus menunjukkan kemajuan signifikan. Penyidik telah memeriksa lebih dari 300 biro travel atau Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK).

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengatakan pemeriksaan intensif itu dilakukan sebagai bagian dari proses penyidikan agar penanganan perkara yang ditaksir merugikan negara lebih dari Rp1 triliun dapat segera diselesaikan.

“Penyidikan perkara ini memang masih terus berprogres dan progresnya sangat positif,” ujar Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (24/10/2025).

Budi menambahkan, pemeriksaan dilakukan bersama auditor BPK sebagai tahap finalisasi kompensasi kerugian negara.

“Sampai hari ini sudah lebih dari 300 biro travel yang diperiksa oleh penyidik KPK maupun auditor BPK,” jelasnya.

Menurut Budi, penyelidikan dilakukan tanpa jeda agar prosesnya bisa cepat rampung.

“Sehingga dengan pemeriksaan secara maraton ini, harapannya penyidikan perkara haji ini bisa sat set, bisa lebih cepat, sehingga bisa segera kita tuntaskan,” tegasnya.

Belum Ada Penetapan Tersangka

Meski penyidikan berjalan intensif, KPK belum mengumumkan penetapan tersangka. Padahal, pengumuman itu sempat dijanjikan sejak Rabu (10/9/2025).

Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengatakan pengumuman akan dilakukan dalam waktu dekat.

“Kapan ini menetapkan tersangkanya? Dalam waktu dekat, pokoknya dalam waktu dekat,” ujar Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (10/9/2025).

“Nanti dikabarkan ya, pasti dikonperskan dalam waktu dekat ini. Ini apa namanya, dipantengin saja,” tambahnya.

Namun, hingga kini pengumuman itu belum terealisasi. Asep meminta publik bersabar karena penyidik masih mendalami keterangan berbagai pihak yang diduga terlibat dalam pembagian kuota tambahan haji 2023–2024 di masa kepemimpinan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.

“Kemudian terkait perkara haji. Ini kapan diumumkan tersangkanya? Sabar ya,” katanya, Kamis (25/9/2025).

Menurut Asep, penyidik masih menelusuri dugaan keterlibatan sejumlah biro perjalanan yang menerima kuota tambahan secara melawan hukum serta nilai komitmen fee yang dibayarkan untuk mendapatkan kuota tersebut. Pemeriksaan dilakukan terhadap travel di berbagai daerah, termasuk Jawa Timur, Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Tengah.

“Travel-nya tersebar di seluruh Indonesia, dan juga untuk kuota itu juga tersebar. Tidak hanya di satu travel saja. Di seluruh travel. Jadi kita, masing-masing travel kita, dan itu masing-masing travel berbeda-beda. Berbeda-beda, makanya kita harus ngecek, mohon bersabar,” ucapnya.

Asal Usul Kasus

Kasus dugaan korupsi kuota haji ini resmi naik ke tahap penyidikan sejak Jumat (8/8/2025) melalui surat perintah penyidikan (sprindik) umum, meskipun belum ada tersangka yang diumumkan.

Perkara ini bermula dari tambahan kuota 20.000 jemaah haji yang diberikan Pemerintah Arab Saudi kepada Indonesia usai pertemuan antara Presiden Joko Widodo dan otoritas Saudi pada tahun 2023. Tambahan kuota itu kemudian dilobi oleh sejumlah pengusaha travel kepada oknum pejabat Kemenag, hingga diterbitkan Surat Keputusan Menteri Agama pada 15 Januari 2024.

SK tersebut menetapkan pembagian kuota tambahan:

10.000 jemaah untuk haji reguler, dan

10.000 untuk haji khusus.

Dari kuota haji khusus, sebanyak 9.222 dialokasikan untuk jemaah dan 778 untuk petugas, dengan pengelolaan diserahkan kepada biro travel swasta. KPK mencatat terdapat 13 asosiasi dan sekitar 400 biro travel yang terlibat.

Kuota reguler 10.000 jemaah dibagikan ke 34 provinsi, antara lain:

Jawa Timur (2.118 jemaah)

Jawa Tengah (1.682 jemaah)

Jawa Barat (1.478 jemaah)

Namun, mekanisme pembagian tersebut diduga melanggar Pasal 64 UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang menetapkan komposisi 92% haji reguler dan 8% haji khusus.

Dalam praktiknya, kuota haji khusus diduga diperjualbelikan dengan setoran perusahaan travel kepada pejabat Kemenag sebesar USD 2.600–7.000 per kuota, atau sekitar Rp41,9 juta–Rp113 juta (kurs Rp16.144,45). Uang tersebut diserahkan secara berjenjang melalui asosiasi perjalanan haji.

Dana hasil setoran itu diduga digunakan untuk membeli sejumlah aset, termasuk dua rumah mewah di Jakarta Selatan senilai Rp6,5 miliar yang telah disita KPK pada Senin (8/9/2025). Rumah tersebut diyakini dibeli oleh pegawai Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag menggunakan dana hasil transaksi sebagai komitmen biaya pembagian kuota tambahan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *