IKOLOM.NEWS, NASIONAL – Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Kota Bandung, Jawa Barat, memberikan remisi Hari Raya Idul Fitri 1446 Hijriah kepada 288 narapidana korupsi, termasuk mantan Ketua DPR Setya Novanto. Remisi ini diberikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan.
BACA JUGA:
Ridwan Kamil Tempuh Jalur Hukum atas Tuduhan Perselingkuhan
Kepala Bagian Tata Usaha Lapas Sukamiskin, Benny Muhammad Saifullah, menyebutkan bahwa dari total 388 narapidana beragama Islam di Lapas Sukamiskin, 295 orang diusulkan untuk mendapatkan remisi. Namun, hanya 288 usulan yang disetujui.
“Remisi khusus ini diberikan kepada warga binaan yang beragama Islam. Jumlah warga binaan yang diusulkan mendapatkan remisi sebanyak 295 orang, dan jumlah yang disetujui 288 orang,” kata Benny, dikutip dari Antara.
Benny menjelaskan bahwa besaran remisi yang diperoleh narapidana beragam, yakni 15 hari untuk 36 orang, 1 bulan untuk 233 orang, 1 bulan 15 hari untuk 17 orang, dan 2 bulan untuk 2 orang.
Salah satu penerima remisi adalah Setya Novanto, terpidana kasus korupsi Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP). Namun, besaran remisi yang diterima Setnov, sapaan akrabnya, belum diungkapkan secara resmi.
“(Setya Novanto) dapat. Cuma, kalau jumlahnya berapa harus dilihat data lengkapnya, takutnya nanti saya sampaikan sekian, salah,” ujar Benny di Bandung, Jawa Barat, Senin (31/3/2025) melangsir Tempo.co.
Tahun lalu, Setnov bersama 240 narapidana korupsi lainnya juga mendapat remisi khusus Idul Fitri 1445 H. Saat itu, ia mendapatkan pemotongan masa tahanan selama 30 hari atau satu bulan. Namun, untuk tahun ini, jumlah hari remisi yang diperolehnya belum diumumkan.
Setnov merupakan narapidana kasus korupsi e-KTP yang sempat menghebohkan publik dengan berbagai kontroversinya. Ia pertama kali ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 17 Juli 2017. Namun, status tersangkanya sempat dinyatakan tidak sah oleh pengadilan dalam putusan praperadilan pada 29 September 2017.
KPK kemudian kembali melakukan penyelidikan dan menetapkannya sebagai tersangka lagi pada 10 November 2017.
Dalam proses penyelidikan KPK, Setnov sempat dua kali mangkir saat dipanggil untuk dimintai keterangan, yaitu pada 13 dan 18 Oktober 2017. Setelah kembali ditetapkan sebagai tersangka, KPK melakukan upaya penjemputan paksa di kediamannya di Jalan Wijaya XIII, Melawai, Jakarta Selatan, pada 15 November 2017. Namun, ia tidak ditemukan di rumah, sehingga KPK menetapkannya dalam daftar pencarian orang (DPO).